Istilah hukum berasal dari Bahasa Arab
: HUK'MUN yang artinya menetapkan. Arti hukum dalam bahasa Arab ini mirip
dengan pengertian hukum yang dikembangkan oleh kajian dalam teori hukum, ilmu
hukum dan sebagian studi-studi sosial mengenai hukum. Hukum sendiri menetapkan
tingkah laku mana yang dibolehkan, dilarang atau disuruh untuk dilakukan. Hukum
juga dinilai sebagai norma yang mengkualifikasi peristiwa atau kenyataan
tertentu menjadi peristiwa atau kenyataan yang memiliki akibat hukum.
A. SUBJEK DAN OBJEK HUKUM DI INDONESIA
1. Pengertian Subjek dan Objek Hukum
Subjek
Hukum adalah segala sesuatu yang menjadi pendukung hak dan kewajiban manusia,
warna Negara maupun orang asing merupakan sumber hukum. Sehingga dapat
dikatakan manusai adalah subjek hokum, serta Badan Hukum juga termasuk Subjek
hokum.
Objek
hukum adalah segala sesuatu yang berguna bagi subjek hukum dan dapat menjadi
pokok suatu hubungan hukum bagi para subjek hukum. (contoh: benda yang
mempunyai nilai ekonomis merupakan objek hukum)
2. Sasaran Subjek dan Objek Hukum di
Indonesia
A. Subjek Hukum
Pembagian
Subjek Hukum
• Manusia (Natuurlijk persoan)
Pembawa
hak, yaitu sesuatu yang mempunyai hak dan kewajiban disebut subjek hukum. Jadi
boleh dikatakan bahwa tiap manusia baik warga negara maupun orang asing dengan
tidak memandang agama maupun kebudayaannya adalah subjek hukum. Manusia sebagai
pembawa hak (subjek) mempunyai hak-hak dan kewajiban-kewajiban untuk melakukan
tindakan hokum. Pada prinsipnya orang sebagai subjek hukum dimulai sejak lahir
hingga meninggal dunia.
Dalam
hal itu Pasal KUH Perdata menyatakan bahwa menikmati hak kewarganegaraan tidak
tergantung pada hak kewarganegaraan.
Setiap manusia pribadi (naturlijke person) sesuai dengan hukum dianggap
cakap bertindak sebagai subjek hukum kecuali dalam Undang-Undang dinyatakan
tidak cakap seperti halnya dalam hukum telah dibedakan dari segi
perbuatan-perbuatan hukum adalah sebagi berikut:
1. Cakap melakukan perbuatan hukum, adalah
orang dewasa menurut hukum (telah berusia 21 tahun dan berakal sehat).
2. Tidak cakap melakukan perbuatan hukum.
Bersdasarkan pasal 1330 KUHP Perdata tentang orang yang tidak cakap untuk
membuat perjanjian :
• Orang-orang yang belum dewasa (belum
mencapai usia 21 tahun)
•
Orang ditaruh dibawah pengampunan
(curatele) yang terjadi karena gangguan jiwa pemabuk atau pemboros.
• Kurang cerdas
• sakit ingatan
• Orang wanita dalam perkawinan yang
berstatus sebagai istri.
• Badan Hukum (Rechtsperson)
Merupakan
badan-badan perkumpulan yakni orang-orang yang diciptakan oleh hukum. Badan
hukum sebagai subjek hukum dapat bertindak hukum (melakukan perbuatan hukum)
seperti manusia. Dengan demikian, badan hukum sebagai pembawa hak dan tidak
berjiwa dapat melakukan sebagai pembawa hak manusia seprti dapat melakukan
persetujuan-persetujuan dan memiliki kekayaan yang sama sekali terlepas dari
kekayaan anggota-anggotanya, oleh karena itu badan hukum dapat bertindak dengan
perantara pengurus-pengurusnya.
Badan
Hukum dibedakan menjadi 2 yaitu :
• Badan Hukum Publik (Publik Rechts Person)
Adalah
badan hukum yang didirikan berdasarkan publik untuk yang menyangkut kepentingan
publik atau orang banyak atau negara umumnya. Dengan demikian badan hukum
publik merupakan badan hukum negara yang dibentuk oleh yang berkuasa
berdasarkan perundang-undangan yang dijalankan secara fungsional oleh eksekutif
(pemerintah) atau badan pengurus yang diberikan tugas untuk itu. seperti Negara
Republik Indonesia, Pemerintah Daerah tingkat I dan II. Bank Indonesia dan
Perusahaan Negara..misalnya : eksekutif, dan pemerintahan.
• Badan Hukum Privat (Privat Recths Person)
Adalah
badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum sipil atau perdata yang menyangkut
kepentingan banyak orang didalam badan hukum itu. Dengan demikian badan hukum
privat merupakan badan hukum swasta yang didirikan orang dengan tujuan untuk
keuntungan, sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan lain-lain menurut hukum
yang berlaku secara sah misalnya perseroan terbatas, koperasi, yayasan, dan
badan amal.
A. Perkembangan Sistem Hukum di Indonesia
• Perkembangan sistem hukum di Indonesia
pada masa pendudukan Belanda dan Jepang
Sepanjang
sejarah, Indonesia pernah dijajah beberapa negara antara lain Belanda, Inggris
dan Jepang. Negara-negara penjajah mempunyai kecenderungan untuk menanamkan
nilai serta sistem hukumnya di wilayah jajahan, sementara masyarakat yang
terjajah juga mempunyai tata nilai dan hukum sendiri. Hukum di Indonesia
merupakan campuran dari sistem hukum hukum Eropa, hukum Agama dan hukum Adat.
Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana, berbasis pada
hukum Eropa kontinental, khususnya dari Belanda karena aspek sejarah masa lalu
Indonesia yang merupakan wilayah jajahan dengan sebutan Hindia Belanda
(Nederlandsch-Indie). Hukum Agama, karena sebagian besar masyarakat Indonesia
menganut Islam, maka dominasi hukum atau Syari'at Islam lebih banyak terutama
di bidang perkawinan, kekeluargaan dan warisan. Selain itu, di Indonesia juga
berlaku sistem hukum Adat yang diserap dalam perundang-undangan atau
yurisprudensi, yang merupakan penerusan dari aturan-aturan setempat dari
masyarakat dan budaya-budaya yang ada di wilayah Nusantara.
Ketika
Indonesia dikuasai Belanda pertama kali, yaitu oleh VOC, tidak banyak perubahan
di bidang hukum. Namun ketika diambil alih oleh Pemerintah Belanda, banyak
peraturan perundangan yang diberlakukan di Hindia Belanda baik itu dikodifikasi
(seperti BW, WvK, WvS) maupun tidak dikodifikasi (seperti RV, HIR). Namun
ternyata Belanda masih membiarkan berlakunya hukum adat dan hukum lain bagi
orang asing di Indonesia. Kemudian pada tahun 1917 Pemerintah Hindia Belanda
memberi kemungkinan bagi golongan non Eropa untuk tunduk pada aturan Hukum
Perdata dan Hukum Dagang golongan Eropa melalui apa yang dinamakan
"penundukan diri". Dengan demikian terdapat pluralisme hukum atau
tidak ada unifikasi hukum saat itu, kecuali hukum pidana yaitu pada tahun 1918
dengan memberlakukan WvS (KUH Pidana) untuk semua golongan. Selain itu badan
peradilan dibentuk tidak untuk semua golongan penduduk. Masing-masing golongan
mempunyai badan peradilan sendiri. Pluralisme hukum secara umum didefinisikan
sebagai situasi dimana terdapat dua atau lebih sistem hukum yang berada dalam
suatu kehidupan sosial. Pluralisme hukum harus diakui sebagai sebuah realitas
masyarakat. Setiap kelompok masyarakat memiliki sistem hukum sendiri yang
berbeda antar satu dengan yang lain seperti dalam keluarga, tingkatan umur,
komunitas, kelompok politik, yang merupakan kesatuan dari masyarakat yang
homogen. Pluralitas sendiri merupakan ciri khas Indonesia. Dengan banyak pulau,
suku, bahasa, dan budaya, Indonesia ingin membangun bangsa yang stabil dan
modern dengan ikatan nasional yang kuat. Sehingga, menghindari pluralisme sama
saja dengan menghindari kenyataan yang berbeda mengenai cara pandang dan
keyakinan yang hidup di masyarkat Indonesia. Kondisi pluralisme hukum yang ada
di Indonesia menyebabkan banyak permasalahan ketika hukum dalam kelompok masyarakat
diterapkan dalam transaksi tertentu atau saat terjadi konflik, sehingga ada
kebingungan hukum yang manakah yang berlaku untuk individu tertentu dan
bagaimana seseorang dapat menentukan hukum mana yang berlaku padanya.
Pengertian pluralisme hukum sendiri senantiasa mengalami perkembangan dari masa
ke masa di mana ada koeksistensi dan interelasi berbagai hukum seperti hukum
adat, negara, agama dan sebagainya. Bahkan dengan dengan adanya globalisasi,
hubungan tersebut menjadi semakin komplek karena terkait pula dengan
perkembangan hukum internasional.
Pada
tahun 1942 Pemerintahan Bala Tentara Jepang menguasai Indonesia. Peraturan
penting yang dikeluarkan pemerintah yaitu beberapa peraturan pidana, kemudian
ada Osamu Seirei Nomor 1 Tahun 1942 yang dalam salah satu pasalnya menentukan
badan/lembaga pemerintah serta peraturan yang sudah ada masih dapat berlaku
asalkan tidak bertentangan dengan Pemerintahan Bala Tentara Jepang. Hal ini
penting untuk mencegah kekosongan hukum dalam sistem hukum di Indonesia pada
masa itu
• Perkembangan Hukum di Indonesia pada
Awal Kemerdekaan, Masa Orde Lama, Orde Baru dan Reformasi
Setelah
kemerdekaan, Indonesia bertekad untuk membangun hokum nasional yang berdasarkan
atas kepribadian bangsa melalui pembangunan hokum. Secara umum hokum Indonesia
diarahkan pada hokum tertulis. Pada awal kemerdekaan dalam kondisi yang belum
stabil, masih belum dapat membuat peraturan untuk mengatur segala aspek
kehidupan dalam bernegara. Untuk mencegah keadaan yang tanpa hukum, maka hukum lama
masih diberlakukan dengan pasal II Aturan peralihan UUD 1945, pasal 192
konstitusi RIS (pada saat berlakunya konstitusi RIS) dan pasal 142 UUDS 1950
(ketika berlakunya UUDS 1950). Pada masa
orde lama Pemerintah (Presiden) melakukan penyimpangan-penyimpangan terhadap
UUD 1945. Demokrasi yang berlaku adalah Demokrasi terpimpin yang menyebabkan
kepemimpinan yang bersifat otoriter. Akibatnya hokum yang terbentuk merupakan
sebuah hokum yang konservatif yang merupakan kebalikan dari hokum responsive,
karena memang disini pendapat pemimpinlah yang termuat dalam produk-produk
hukum. Penyimpangan-penyimpangan tersebut adalah:
- Kekuasaan presiden dijalankan
secarasewenang-wenang.
- Hal ini terjadi karena kekuasaan MPR, DPR
dan DPA yang pada waktu itu belum dibentuk dilaksanakan oleh Presiden.
- MPRS menetapkan presiden menjadi presiden
seumur hidup.
- Hal ini tidak sesuai dengan
ketentuan-ketentuan mengenai masa jabatan Presiden.
- Pimpinan MPRS dan DPR diberi status sebagai
menteri
- Dengan demikian, MPR dan DPR berada di bawah
presiden.
- Pimpinan MA diberi status menteri.
- Ini merupakan suatu bentuk penyelewengan
terhadap prinsip bahwa kekuasaan kehakiman merupakan sebuah kekuasaan yang
merdeka.
- Presiden membuat penetapan yang isinya semestinya
diatur dengan undang-undang (yang harus dibuat bersama DPR); dengan demikian
Presiden melampaui kewenangannya.
- Pembentukan lembaga Negara yang tidak diatur
dalam konstitusi, yaitu Front Nasional.
- Presidan membubarkan DPR.
- Padahal disini menurut konstitusi presiden
tidak bias membubarkan DPR.
A. Macam-macam Sistem Hukum yang
Mempeengaruhi Sistem Hukum di Indonesia
1. Sistem Hukum Eropa Kontinental
Sistem
Hukum Kontinental berkembang di negara-negara Eropa daratan dan sebagian disebut
dengan istilah Civil Law. Semula Sistem Hukum itu berasal dari kodifikasi hukum
yang berlaku di Kekaisaran Romawi pada masa pemerintahan Kaisar Yustinianus.
Kodifikasi hukum itu merupakan kumpulan dari berbagai kaidah hukum yang ada
sebelum masa Yustinianus yang disebut Corpus Juris Civilis. Lalu dijadikan
prinsip dasar dalam perumusan dan kodifikasi hukum di negara-negara Eropa
daratan seperti Jerman, Belanda, Prancis,
Italia, Amerika Latin, Asia(termasuk Indonesia pada masa penjajahan
Belanda)
Prinsip
utama atau prinsip dasar Sistem Hukum Eropa Kontinental ialah bahwa hukum itu
memperoleh kekuatan mengikat karena berupa peraturan yang berbentuk
undang-undang yang tersusun secara sistematis dalam kodifikasi. Sumber hukum
utama dalam Sistem Hukum Eropa Kontinental adalah undang-undang yang dibentuk
oleh badan legislatif. Selain itu peraturan-peraturan yang dipakai sebagai
pegangan kekuasaan eksekutif yang dibuat olehnya berdasarkan kewenangannya dan
kebiasaan-kebiasaan yang hidup dalam masyarakat yang tidak bertentangan dengan
undang-undang dan diakui pula sebagai
sumber hukum.
• Karakteristik Sistem Civil Law
Sistem
Civil Law mempunyai tiga karakteristik, yaitu adanya kodifikasi, hakim tidak
terikat kepada preseden sehingga undang-undang menjadi sumber hukum yang
terutama, dan sistem peradilan bersifat inkuisitorial.
Karakteristik
utama yang menjadi dasar sistem Hukum Civil Law adalah hukum memperoleh
kekuatan mengikat, karena diwujudkan dalam peraturan-peraturan yang berbentuk
undang-undang dan tersusun secara sistematik di dalam kodifikasi. Karakteristik
dasar ini dianut mengingat bahwa nilai utama yang merupakan tujuan hukum adalah
kepastian hukum. Kepastian hukum hanya dapat diwujudkan kala u
tindakan-tindakan hukum manusia dalam pergaulan hidup diatur dengan
peraturan-peraturan hukum tertulis. Dengan tujuan hukum itu dan berdasarkan
sistem hukum yang dianut, hakim tidak dapat leluasa menciptakan hukum yang
mempunyai kekuatan mengikat umum. Hakim hanya berfungsi menetapkan dan
menafsirkan peraturan-peraturan dalam batas-batas wewenangnya. Putusan seorang
hakim dalam suatu perkara hanya mengikat para pihak yang berperkara saja (
Doktrins Res Ajudicata ).
Karakteristik
kedua pada sistem Civil Law tidak dapat dilepaskan dari ajaran pemisahan
kekusaan yang mengilhami terjadinya Revolusi Perancis. Menurut Paul Scolten,
bahwa maksud sesungguhnya pengorganisasian organ-organ negara Belanda adalah
adanya pemisahan antara kekuasaan pembuatan undang-undang, kekuasaan peradilan,
dan sistem kasasi adalah tidak dimungkinkannya kekuasaan yang satu mencampuri
urusan kekuasaan lainnya. Penganut sistem Civil Law memberi keleluasaan yang
besar bagi hakim untuk memutus perkara tanpa perlu meneladani putusan-putusan
hakim terdahulu. Yang menjadi pegangan hakim adalah aturan yang dibuat oleh
parlemen, yaitu undang-undang.
Karakteristik
ketiga pada sistem hukum Civil Law adalah apa yang oleh Lawrence Friedman
disebut sebagai digunakannya sistem Inkuisitorial dalam peradilan. Di dalam
sistem itu, hakim mempunyai peranan yang besar dalam mengarahkan dan memutuskan
perkara; hakim aktif dalam menemukan fakta dan cermat dalam menilai alat bukti.
Menurut pengamatan Friedman, hakim di dalam sistem hukum Civil Law berusaha
untuk mendapatkan gambaran lengkap dari peristiwa yang dihadapinya sejak awal.
Sistem ini mengandalkan profesionalisme dan kejujuran hakim.
• Sumber-sumber Hukum menurut Sistem
Civil Law
Bentuk-bentuk
sumber hukum dalam arti formal dalam sistem hukum Civil Law berupa peraturan
perundang-undangan, kebiasaan-kebiasaan, dan yurisprudensi. Dalam rangka
menemukan keadilan, para yuris dan lembaga-lembaga yudisial maupun quasi-judisial
merujuk kepada sumber-sumber tersebut. Dari sumber-sumber itu, yang menjadi
rujukan pertama dalam tradisi sistem hukum Civil Law adalah peraturan
perundang-undangan. Negara-negara penganut civil law menempatkan konstitusi
pada urutan tertinggi dalam hirarki peraturan perundang-undangan. Semua negara
penganut civil law mempunyai konstitusi tertulis.
Peraturan
perundang-undangan mempunyai dua karakteristik, yaitu berlaku umum dan isinya
mengikat keluar. Sifat yang berlaku umum itulah yang membedakan antara
perundang-undangan dan penetapan. Penetapan berlaku secara individual tetapi
harus dihormati oleh orang lain. Sebagai contoh penetapan, misalnya, pemberian
grasi oleh Presiden Republik Indonesia melalui suatu keputusan presiden (
Keppres ) kepada seorang terpidana yang putusan pemidanaannya telah memiliki
kekuatan yang tetap.
Sumber
hukum yang kedua yang dirujuk oleh para yuris di negara-negara penganut Civil
Law dalam memecahkan masalah adalah kebiasaan-kebiasaan. Pada kenyataannya,
undang-undang tidak pernah lengkap. Kehidupan masyarakat begitu kompleks
sehingga undang-undang tidak mungkin dapat menjangkau semua aspek kehidupan
tersebut. Sedangkan dilain pihak, dibutuhkan aturan-aturan yang dijadikan
pedoman manusia dalam bertingkah laku untuk hidup bermasyarakat. Dalam hal
inilah dibutuhkan hukum kebiasaan.
Yang
menjadi sumber hukum bukanlah kebiasaan, melainkan hukum kebiasaan. Kebiasaan
tidak mempunyai kekuatan mengikat. Agar kebiasaan menjadi hukum kebiasaan
diperlukan dua hal, yaitu tindakan itu dilakukan secara berulang-ulang ( usus )
dan adanya unsur psikologis mengenai pengakuan bahwa apa yang dilakukan secara
terus-menerus dan berulang-ulang itu aturan hukum. Unsur ini mempunyai
relevansi yuridis, yaitu tindakan itu bukan sekadar dilakukan secara
berulang-ulang, melainkan tindakan itu harus disebabkan oleh suatu kewajiban
hukum yang menurut pengalaman manusia harus dilakukan. Unsur psikologis itu
dalam bahasa latin disebut Opinio Necessitatis, yang berarti pendapat mengenai
keharusan bahwa orang bertindak sesuai dengan norma yang berlaku akibat adanya
kewajiban hukum.
Sumber
hukum yang ketiga yang dirujuk dalam sistem hukum Civil Law adalah
yurisprudensi. Ketika mengemukakan bahwa suatu hukum kebiasaan berlaku bagi
semua anggota masyarakat secara tidak langsung, melainkan melalui
yurisprudensi, Spruit sebenarnya mengakui bahwa yurisprudensi merupakan sumber
hukum dalam arti formal. Akan tetapi posisi yurisprudensi sebagai sumber hukum
di dalam sistem hukum Civil Law belum lama diterima. Hal itu disebabkan oleh
pandangan bahwa aturan-aturan tingkah laku, terutama aturan perundang-undangan,
ditujuka untuk mengatur situasi yang ada dan menghindari konflik; dengan
demikian, aturan-aturan itu dibuat untuk hal-hal setelah undang-undang itu
diundangkan. Undang-undang dalam hal demikian merupakan suatu pedoman mengenai
apa yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan.
Dalam
Sistem Hukum Eropa Kontinental hukum digolongankan menjadi dua bagian utama
yaitu hukum public dan hukum privat.
Hukum
Publik meliputi :
a. Hukum Tata Negara
b. Hukum Administrasi Negara
c. Hukum Pidanan
Hukum
Privat Meliputi :
a. Hukum Sipil ( Hukum Perdata)
b. Hukum Dagang
Hukum
Publik dan Hukum Privat
Hukum
publik atau hukum negara adalah hukum yang mengatur hubungan antara negara
dengan alat-alat perlengkapan atau hubungan antara negara dengan perorangan
(warga negara). Hukum Publik meliputi :
a. Hukum Tata Negara adalah hukum yang
mengatur bentuk dan susunan pemerintah suatu negara serta hubungan kekuasaan
antara alat-alat perlengkapan satu sama lain, dan hubungan antara negara
(pemerintah pusat) dengan bagian-bagian negara (daerah swatantra).
b. Hukum Administrasi Negara adalah hukum yang
mengatur cara-cara menjalankan tugas (hak & kewajiban) dari kekuasaan
alat-alat perlengkapan negara.
c. Hukum Pidana adalah hukum yang mengatur
perbuatan-perbuatan apa yang dilarang dan memberikan pidana kepada siapa yang
melanggarnya serta mengatur bagaimana cara-cara mengajukan perkara ke muka
pengadilan.
Hukum
Privat atau yang biasa disebut dengan hukum sipil adalah hukum yang mengatur
hubungan-hubungan antara orang yang satu dengan yang lain, dengan menitik
beratkan kepada kepentingan perorangan.
Hukum
Privat Meliputi :
a. Hukum Sipil ( Hukum Perdata) adalah
b. Hukum Dagang
Namun
dalam perkembangan hukum saat ini batas-batas antara Hukum Publik dan Hukum
Privat semakin kabur. Artinya banyak bidang kehidupan yang sebenarnya merupakan
kepentingan seseorang tetapi ternyata menunjukkan indikasi sebagai kepentingan
umum sehingga memerlukan campur tangan pemerintah melalui kaidah-kaidah hukum
publik.
2. Sistem Hukum Anglo-Saxon(Anglo-Amerika)
Sistem
Hukum Anglo-Saxon (Anglo-Amerika) mula-mula berkembang di negara Inggris dan
dikenal dengan istilah Common Law atau Unwritten Law ( hukum tidak tertulis).
Sistem Hukum ini dianut di negara-negara anggota persemakmuran Inggris, Amerika
Utara, Kanada, Amerika Serikat. Sistem Hukum Anglo-Saxon bersumber pada
putusan-putusan Hakim/Putusan Pengadilan atau yurisprudensi.
Sumber
dari sistem hukum Anglo-Saxon adalah putusan-putusan hakim/pengadilan atau
yurisprudensi. Melalui keputusan-keputusan hakim prinsip dan kaidah hukum
dibentuk dan mengikat umum. Hakim berperan dalam menciptakan kaidah hukum yang
mengatur tata kehidupan masyarakat (hakim mempunyai wewenang luas/bebas). Namun
demikian, hakim terikat pada asas doctrine of precedent.
Awalnya
diterapkan dan mulai berkembang pada abad 16 di Inggris, kemudian menyebar di
negara jajahannya. Dalam sistem ini tidak ada sumber hukum, sumber hukum hanya
kebiasaan masyarakat yang dikembangkan di pengadilan/keputusan pengadilan.
Sering disebut sebagai Common Law,
Ciri
dari common law system ini adalah :
• Tidak ada perbedaan secara tajam antara
hukum publik dan perdata
• Tidak ada perbedaan antara hak kebendaan
dan perorangan
• Tidak ada kodifkasi
• Keputusan hakim terdahulu mengikat hakim
yang kemudian (asas precedent atau stare decisis)
Sumber
Hukum
1) Putusan–putusan hakim / putusan pengadilan
atau yurisprudensi (judicial decisions). Putusan-putusan hakim mewujudkan
kepastian hukum, maka melalui putusan-putusan hakim itu prinsip-prinsip dan
kaidah-kaidah hukum dibentuk dan mengikat umum.
2) Kebiasaan-kebiasaan dan peraturan hukum
tertulis yang berupa undang-undang dan peraturan administrasi negara diakui
juga, kerena pada dasarnya terbentuknya kebiasaan dan peraturan tertulis
tersebut bersumber dari putusan pengadilan.
Putusan
pengadilan, kebiasaan dan peraturan hukum tertulis tersebut tidak tersusun
secara sistematis dalam kodifikasi sebagaimana pada sistem hukum Eropa
Kontinental.
Peran Hakim
§ Hakim berfungsi tidak hanya sebagai pihak
yang bertugas menetapkan dan menafsirkan peraturan-peraturan hukum saja. Hakim
juga berperan besar dalam menciptakan kaidah-kaidah hukum yang mengatur tata
kehidupan masyarakat.
§ Hakim mempunyai wewenang yang luas untuk
menafsirkan peraturan-peraturan hukum dan menciptakan prinsip-prinsip hukum
baru yang berguna sebagai pegangan bagi hakim –hakim lain dalam memutuskan
perkara sejenis.
§ Oleh karena itu, hakim terikat pada prinsip
hukum dalam putusan pengadilan yang sudah ada dari perkara-perkara sejenis
(asas doctrine of precedent).
§ Namun, bila dalam putusan pengadilan
terdahulu tidak ditemukan prinsip hukum yang dicari, hakim berdasarkan prinsip
kebenaran dan akal sehat dapat memutuskan perkara dengan menggunakan metode
penafsiran hukum. Sistem hukum Anglo-Amerika sering disebut juga dengan istilah
Case Law.
3. Sistem Hukum Adat
Sistem
Hukum Adat umunya bersumber dari peraturan-peraturan hukum tidak tertulis yang
tumbuh dan berkembang serta dipertahankan berdasarkan kesadaran hukum
masyarakatnya. Sistem Hukum Adat terdapat dan berkembang di lingkingan kehidupan
sosial di Indonesia, Cina, India, Jepang dan negara lain. Di Indonesia asal
mula istilah Hukum Adat adalah dari
istlah *Adatrecht* yang dikemukakan oleh Snouck Hurgronye.
Sifat Hukum Adat adalah tradisional
dengan berpangkal pada kehendak nenek moyang. Tolak ukur keinginan yang akan
dilakukan oleh manusia adalah kehendak suci dari nenek moyang. Hukum Adat berubah-ubah karena pengaruh kejadian
dan keadaan sosial yang silih berganti. Karena sifatnya yang mudah berubah dan
mudah menyesuaikan dengan perkembangan situasi social, hukum adat elastis
sifatnya. Karena sumbernya tidak tertulis, hukum adat tidak kaku dan mudah menyesuaikan diri.
Sistem Hukum Adat di Indonesia
dibagi dalam tiga kelompok, yaitu :
a. Hukum Adat mengenai tata negara, yaitu
tatanan yang mengatur susunan dan ketertiban dalam persekutuan-persekutuan
hukum, serta susunan dan lingkungan kerja alat-alat perlengkapan,
jabatan-jabatan dan pejabatnya.
b. Hukum Adat mengenai warga ( Hukum Warga)
terdiri dari :
1. Hukum Pertalian Sanak ( kekerabatan)
2. Hukum Tanah
3. Hukum Perutangan
c. Hukum Adat mengenai delik ( hukum pidana )
Yang
berperan dalam menjalankan sistem hukum Adat adalah pemuka adat ( pemangku
adat), karena ia adalah pemimpin yang disegani oleh masyarakat.
4. Sistem Hukum Islam
Sistem
Hukum Islam berasal dari Arab, kemudian berkembang ke negara-negara lain
seperti di Asia, Afrika, Eropa, Amerika secara individual maupun secara
kelompok. Sistem hukum Islam bersumber
pada :
a. Al-Quran, yaitu kitab suci kaum muslimin yang
diwahyukan dari Allah SWT kepada Nabi
Muhammad SAW melalui malaikat Jibril.
b. Sunnah Nabi, yaitu cara hidup dari Nabi
Muhammad atau cerita tentang Nabi Muhammad.
c. Ijma, yaitu kesepakatan para ulama besar
tentang suatu hal dalam cara hidup.
d.
Qiyas, ialah analogi dalam mencari sebanyak mungkin persamaan antara dua kejadian.
Sistem
Hukum Islam dalam “ Hukum Fikh” terdiri dari dua bidang hukum, yaitu :
1. Hukum Rohaniah (ibadah), ialah cara-cara
menjalankan upacara tentang kebaktian terhadap Allah SWT ( sholat, puasa,
zakat, menunaikan ibadah haji ).
2. Hukum Duniawi terdiri dari :
a. Muamalat, yaitu tata tertib hukum dan peraturan
mengenai hubungan antara manusia dalam bidang jual-beli, sewa-menyewa,
perburuhan, hukum tanah, perikatan, hak milik, hak kebendaan dan hubungan
ekonomi pada umunya.
b. Nikah, yaitu perkawinan dalam arti membentuk
sebuah keluarga yang terdiri dari syarat-syarat dan rukun-rukunnya, hak dan
kewajiban, dasar-dasar perkawinan monogamy dan akibat-akibat hukum perkawinan.
c. Jinayat, yaitu hukum pidana yang meliputi
ancaman hukuman terhadap hukum Allah SWT dan tindak pidana kejahatan.
Sistem
Hukum Islam menganut suatu keyakinan dari ajaran Islam dengan keimanan lahir
bathin secara individual. Negara-negara yang menganut sistem hukum islam dalam
bernegara melaksanakan peraturan-peraturan hukumnya dengan taat sesuai dengan
rasa keadilan berdasarkan peraturan perundangan yang bersumber dari Al-Quran.
Silahkan coment yang sopan ....