25 Mei 2014

Makalah Aspek Kebahasaan Lengkap



BAHASA INDONESIA
ASPEK KEBAHASAAN
n82283327309_7527
OLEH :
NAMA     :  I Wayan Gede Adi Arjana
                   KELAS     :  X3
NOMOR  :  05


SMA NEGERI 1 GIANYAR2010 / 2011
KATA PENGANTAR

OM SWASTYASTU,
            Puji syukur saya panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa ( Tuhan Yang Maha Esa ) karena pada akhirnya saya dapat menyelesaikan tugas ringkasan bahasa Indonesia mengenai “ ASPEK KEBAHASAAN” yang telah diberikan oleh Bapak Sudira selaku guru Bahasa Indonesia kelas X.
            Melalui ringkasan ini saya berharap dapat membantu pembaca dalam mempermudah pembelajaran sedikit banyaknya tentang aspek kebahasaan itu sendiri. Aspek kebahasaan ini juga sangat diperlukan dalam kegiatan sehari-hari agar dapat berkomunikasi dengan baik dan benar.
            Saya menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Banyak kekurangan yang  terkandung di dalamnya. Untuk itu, kritik dan saran yang konstruktif dari teman-teman, bapak guru, maupun ibu guru sangat saya harapkan demi saya kedepannya.
Semoga pikiran yang baik datang dari segala penjuru.
OM SANTIH, SANTIH, SANTIH, OM

                        Gianyar, September 2010

Penulis   



DAFTAR ISI


Judul ……………………………………………………………………………………i
Kataengantar ……………………………………………………………………………………ii
Daftar Isi ……………………………………………………………………………………iii
BAB I PENDAHULUAN
A.    LatarBelakang…………………………………………………………1
B.     RUMUSAN ASALAH………………………………………………..2
C.     TUJUAN………………………………………………………………2
D.    RUANG LINGKUP…………………………………………………..2
E.     MANFAAT………………………………………………………….. 3
BAB II ISI
A.    Pembahasan………………………………………………………….. 4
BAB III PENUTUP
A.    Simpulan……………………………………………………………..36
B.     Saran ……………………………………………………………………… 37

Daftar Pustaka…………………………………………………………………………..38



BAB 1
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
           
Bahasa dalam kehidupannya merupakan struktur, mencangkup struktur bentuk dan makna. Dengan menggunakan struktur itu manusia bisa berkomunikasi dengan manusia lainnya. Dengan bahasa ilmu pengetahuan yang ditemukan dapat disebar luaskan sehingga dapat dimanfaatkan oleh orang banyak guna kemajuan kehidupan.
            Selain memahami penyampaian informasi dalam bahasa,  maka  dalam penyampaian juga harus diprhatikan struktur bahasa. Apabila struktur bahasa yang digunakan tidak sesuai dengan kaidah yang berlaku tentunya suatu akan mengurangi makna informasi yang disampaikan.
            Kesalahan berbahasa juga sering kali kita lihat dalam kehidupan sehari- hari. Hal itu disebabkan oleh banyak faktor.Salah satu cara memperbaiki kesalahan berbahasa dalam kehidupan sehari- hari adalah memberi penekanan berbahasa dalam dunia pendidikan. Karena kita ketahui bahwa dalam penyampaian proses pembelajaran di sekolah mayoritas menggunakan Bahasa Indonesia.
            Bahasa Indonesia memang banyak ragamnya. Seperti kita ketahui dalam penggunaanya sangat luas dan menggunakan beranekaragam penuturan. Hal itu dipengaruhi oleh bahasa masing- masing daerah yang ada di Indonesia.
      Untuk itu didalam pelajaran Bahasa Indonesia dimasukan aspek kebahasaan. Di Sekolah Menengah Atas (SMA) khususnya di kelas X, dipelajari beberapa aspek kebahasaan seperti imbuhan, ragam bahasa, konjungsi, serta pengertian antonym, sinonim, dan polisemi. Tapi belum tentu kalian belum mengetahui makna dari kata-kata yang disebutkan tadi. Untuk itu diperluakn suatu penelitian yang secara kompleks membahas tentang keempat aspek kebahasaan tersebut

B.     RUMUSAN MASALAH

Sesuai dengan pembelajaran yang didapatkan pada kelas x khususnya semester 1, maka didalam penyusunan karya tulis ini akan dibahas beberapa masalah yaitu:

1.      Apa yang dimagsud dengan afiks (imbuhan) ke-an ?
2.      Apa yang dimagsud dengan Ragam bahasa Lisan dan Tulisan?
3.      Apakah yang dimagsud dengan konjungsi antar kalimat?
4.      Apakah yang dimagsud dengan Sinonim, Antonim, dan polisemi?

C.    TUJUAN

            Dalam suatu penelitian tentunya ada sesuatu yang ingin dicapai oleh penulis. Tidak terkecuali didalam penelitian kami ini. Dalam hal ini kami ingin mengethui beberapa unsure yaitu:

1.      Mengetahui pengertian  dari afiks ke-an .
2.      Mengetahui pengertian dari Ragam bahasa Lisan dan Tulisan.
3.      Mengetahui pengertian dari konjungsi antar kalimat.
4.      Mengetahui pengertian dari Sinonim, Antonim, dan polisemi.


D.    RUANG LINGKUP
1.      Imbuhan atau bubuhan mempunyai bentuk, arti, fungsi, dan jenis atau kelas. Setiap imbuhan mempunyai arti/pengertian yang berbeda-beda sesuai dengan tempat dimana penggunaan imbuhan tersebut.
2.      Ragam bahasa merupakan variasi bahasa yang disesuaikan dengan dimana pemakaiannya, siapa lawan bicaranya, serta menurut situasi dan kondisi.
3.      Konjungsi merupakan kata penghubung di dalam suatu kalimat, ada beberapa macam jenis konjungsi yang akan dibahas lebih detail pada bab selanjutnya.
4.      - Sinonim adalah dua buah kata atau lebih yang memiliki makna sama/hamper sama.
       -Antonym adalah dua buah kata atau lebih yang memiliki makna yang    berlainan.
-Polisemi adalah kata yang memiliki makna lebih dari satu.   

E. Manfaat Penelitian

Penelitian kami ini nantinya diharapkan agar:
1.      Bemanfaat bagi para pembaca yang ingin mengetahui pembelajaran aspek kebahasaan pada kelas X semester 1.
2.      Memberikan sumbangan penegtahuan bagi kelangsungan berbahasa di masyarakat








BAB II
ISI

1.1.      Afiks (Imbuhan)
1.1.1.      Pengertian
          
            Imbuhan (afiks) adalah suatu bentuk linguistik yang di dalam suatu kata merupakan unsur langsung, yang bukan kata dan bukan pokok kata. Melainkan mengubah leksem menjadi kata kompleks, artinya mengubah leksem itu menjadi kata yang mempunyai arti lebih lengkap, seperti mempunyai subjek, predikat dan objek. …………………………………….…………………………                                 
                        Imbuhan (afiks) dibahas dalam bidang ilmu Morfologi. Sedangkan definisi Morfologi adalah bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan atau mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta pengaruh perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti kata. Dalam definisi lain di katakan bahwa Morfologi merupakan salah satu cabang ilmu bahasa yang mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik fungsi gramatik maupun fungsi semantik. Contoh: kata Sepeda Motor terdiri dari dua morfem, yaitu morfem Sepeda dan morfem Motor, yang masing-masing merupakan kata.…………………………………………………..
                       Perubahan-perubahan bentuk kata menyebabkan adanya perubahan golongan dan arti kata. Golongan kata Sepeda tidak sama dengan golongan kata bersepeda. Golongan Sepeda merupakan golongan kata nominal, sedangkan kata bersepeda termasuk golongan kata verbal. Kata rumah dan kata jalan termasuk golongan kata nominal, sedangkan kata berumah dan kata berjalan termasuk golongan kata verbal. …………………………………………………………..
                       Dibidang arti, kata Sepeda, bersepeda, Sepeda-sepeda, dan Sepeda Motor, semuanya mempunyai arti yang berbeda-beda. Demikian pula kata Rumah, berumah, perumahan, rumah-rumahan, rumah-rumah, rumah sakit dan kata-kata jalan, berjalan, berjalan-jalan, perjalanan, menjalani, menjalankan dan jalan raya. …
            Perbedaan golongan dan arti kata-kata tersebut tidak lain disebabkan oleh perubahan bentuk kata. Karena itu, maka morfologi disamping bidangnya yang utama menyelidiki seluk-beluk kata, juga menyelidiki kemungkinan adanya perubahan golongan dan arti kata yang timbul sebagai akibat perubahan bentuk kata.……………………………………………………
                       Tiga macam proses morfologis, yaitu pertama, bergabungnya morfem bebas dengan morfem terikat disebut afiksasi. Kedua, Pengulangan morfem bebas disebut reduplikasi, dan ketiga, bergabungnya morfem bebas dengan morfem bebas disebut pemajemukan. Pada proses yang pertama menghasilkan kata berimbuhan, yang kedua menghasilkan kata ulang, dan yang ketiga menghasilkan kata majemuk.………………………………………………

 1.1.2.  Syarat-syarat kata untuk dapat menjadi afiksasi

Ø  Kata afiks itu harus dapat ditempatkan pada bentuk-bentuk lain untuk membentuk kata atau pokok kata baru..
Ø   Kata afiks itu merupakan bentuk terikat, tidak dapat berdiri sendiri dan secara gramatis (tertulis) selalu melekat pada bentuk lain dalam bentuk terikat.
Ø  Afiks tidak memiliki arti leksis, artinya tidak mempunyai pertalian arti karena kata itu berupa imbuhan. Sedangkan imbuhan itu dapat mempengaruhi arti kata itu sendiri.

1.1.3.  Macam afiks
Imbuhan itu dapat mengubah makna, jenis dan fungsi sebuah kata dasar atau bentuk dasar menjadi kata lain, yang fungsinya berbeda dengan kata dasar atau bentuk dasar. 
1. Imbuhan ke-an
            Beberapa fungsi imbuhan ke-an adalah sbb.:
Ø  membentuk kata benda abstrak, misalnya keberanian, ketentraman, keindahan, dan sebagainya.
Ø  membentuk kata kerja pasif, misalnya kehujanan, kehilangan, keracunan, dan sebagainya.
Ø  membentuk kata sifat, misalnya keibuan, kebapakan, kekanak-kanakan, dan sebagainya.



Afiks ke-an apabila sudah memasuki konteks kalimat akan memiliki beberapa makna, antara lain :
Ø  Menyatakan suatu hal / peristiwa yang telah terjadi.
Contoh : Ia menghadapi kenyataan ini dengan kepala dingin.
Ø  Menyatakan tempat atau daerah.
Contoh : Andri bekerja di kedutaan RI.
Ø  Menyatakan kena atau menderita suatu hal.
Contoh : Ia kehujanan semalam.
Ø  Menyatakan suatu perbuatan yang tidak disengaja.
Contoh : Santi ketiduran ketika menunggu ayahnya pulang.
Ø  Menyatakan terlalu.
Contoh : Baju Santo kebesaran.
Ø  Menyatakan menyerupai.
Contoh : Gaya hidupnya kebarat-baratan.
2.        Imbuhan me-kan
Berfungsi membentuk kata kerja.
Makna imbuhan me-kan :
a.Menyatakan kausatif, yaitu menyebabkan terjadinya proses.
Misalnya: Ayah sedang meninggikan tiang jemuran.
b.Menjadikan sebagai atau menganggap sebagai.
Misalnya: orang itu memperhambakan benda-benda antik.
c.Menyatakan intensitas
Misalnya: Mereka memperebutkan piala Gubernur DKI Jakarta.
3.        Imbuhan per-an
Berfungsi sebagai pembentuk kata benda.
Makna konfiks per-an :
9.Menyatakan hal
Misalnya : Izin pergedungan di Jakarta sangat ketat.
10.Menyatakan hasil
Misalnya: Kita harus menjunjung persatuan bangsa.
11.Menyatakan tempat atau daerah
Misalnya: Vila itu sebagai tempat peristirahatan Presiden.
12.Menyatakan berbagai-bagai
Misalnya: Surat lamaran pekerjaan disertai persyaratan yang diterima.
4.        Imbuhan serapan: -I, -iah, -is, -isme, -if, -al, -asi
Imbuhan ini merupakan serapan dari bahasa asing. Imbuhan serapan tersebut pada umunya berfungsi sebagai pembentuk kata benda dan kata sifat.
Makna yang umum untuk menandai kata sifat adalah mempunyai sifat atau cirri; Misalnya: legal, universal, sportif, aktif, egois.
Sebaliknya –isme mengandung makna paham. Misalnya: Nasionalisme, komunisme.
Sufiks –tas menyatakan makna hal. Misalnya: kriminalitas, aktivitas,
Sedangkan -asi menyatakan proses, misalnya: proklamasi, nasalisasi,
Dan sufiks –I, - iah, -wi menyatakan makna yang bersangkutan dengan, misalnya: gerejani, surgawi, alamiah.
5.        Partikel asing: anti-, pro-, eks, pra, swa, intra-, trans-, non-
Partikel asing maksudnya imbuhan asing yang melekat pada kata dasar.
Contoh: SMU kami sering mendapat juara dalam perlombaan intrakurikuler.


1.2. Ragam Bahasa
Di dalam bahasa Indonesia disamping dikenal kosa kata baku Indonesia dikenal pula kosa kata bahasa Indonesia ragam baku, yang alih-alih disebut sebagai kosa kata baku bahasa Indonesia baku. Kosa kata baasa Indonesia ragam baku atau kosa kata bahasa Indonesia baku adalah kosa kata baku bahasa Indonesia, yang memiliki ciri kaidah bahasa Indonesia ragam baku, yang dijadikan tolok ukur yang ditetapkan berdasarkan kesepakatan penutur bahasa Indonesia, bukan otoritas lembaga atau instansi di dalam menggunakan bahasa Indonesia ragam baku. Jadi, kosa kata itu digunakan di dalam ragam baku bukan ragam santai atau ragam akrab. Walaupun demikian, tidak tertutup kemungkinan digunakannya kosa kata ragam baku di dalam pemakian ragam-ragam yang lain asal tidak mengganggu makna dan rasa bahasa ragam yang bersangkutan.
Suatu ragam bahasa, terutama ragam bahasa jurnalistik dan hukum, tidak tertutup kemungkinan untuk menggunakan bentuk kosakata ragam bahasa baku agar dapat menjadi anutan bagi masyarakat pengguna bahasa Indonesia. Dalam pada itu perlu yang perlu diperhatikan iala bicara, dan topik pembicaraan (Fishman ed., 1968; Spradley, 1980)………………………………………..

1.2.1.      Ragam bahasa Lisan
Ragam bahasa lisan adalah bahan yang dihasilkan alat ucap (organ of speech) dengan fonem sebagai unsur dasar. Dalam ragam lisan, kita berurusan dengan tata bahasa, kosakata, dan lafal. Dalam ragam bahasa lisan ini, pembicara dapat memanfaatkan tinggi rendah suara atau tekanan, air muka, gerak tangan atau isyarat untuk mengungkapkan ide.
Ø  Macam ragam bahasa lisan
1. Ragam percakapan
2. Ragam pidato
3. Ragam kuliah
4. Ragam pentas

Ø   Ciri-ciri ragam bahasa lisan

1. Langsung
 Dalam berkomunikasi, seseorang diharapkan dapat bertemu langsung dengan orang yang diajak bicara.
2. Tidak terikat ejaan bahasa Indonesia tetapi terikat situasi pembicaraan
Dalam berkomunikasi, seseorang diharapakan dapat mengetahui situasi dan kondisi dan menggunakan bahasa sehari-hari dengan orang yang diajak bicara.
3. Tidak efektif
Dalam berkomunikasi, seseorang terkadang menggunakan bahasa sehari-hari sehingga banyak menggunakan kalimat yang bersifat basa-basi dengan orang yang diajak bicara.
4. Kalimatnya pendek-pendek
Dalam berkomunikasi, seseorang terkadang menggunakan bahasa yang menurut orang lain sudah mengetahui maksudnya.
5. Kalimat sering terputus dan tidak lengkap
Dalam berkomunikasi, seseorang terkadang menggunakan bahasa yang menurut orang lain sudah mengetahui maksudnya.
6. Lagu kalimat situasional
Dalam berkomunikasi, seseorang terkadang harus mengerti situasi yang ada pada dengan orang yang diajak bicara atau keadaan sekitarnya.
7. Unsur suprasegmental (aksen, nada, tekanan) dan paralingua ( gerak-gerik tangan, mata, dan gerakan kepala ) memberi efek pada hasil komunikasi

1.2.2.      Ragam bahasa tulis
Ragam bahasa tulis adalah bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan dengan huruf sebagai unsur dasarnya. Dalam ragam tulis, kita berurusan dengan tata cara penulisan (ejaan) di samping aspek tata bahasa dan kosa kata. Dengan kata lain dalam ragam bahasa tulis, kita dituntut adanya kelengkapan unsur tata bahasa seperti bentuk kata ataupun susunan kalimat, ketepatan pilihan kata, kebenaran penggunaan ejaan, dan penggunaan tanda baca dalam mengungkapkan ide.
Ø  MACAM RAGAM BAHASA TULIS
1. Undang-undang
2. Ragam catatan
3. Ragam sastra
4. Ragam surat- menyurat

Ø  CIRI-CIRI RAGAM BAHASA TULIS

1. Santun
   Memenuhi kaidah-kaidah yang ada dan pilihan kata atau istilah yang tepat dan cermat.
2. Efektif
    Hemat dan singkat, tetapi kena dalam hal maksud yang diungkapkannya.
3. Bahasa disampaikan sebagai upaya komunikasi satu pihak.
 Karena tak dapat bertemu langsun, maka kita diharapkan dapat mengkomunikasikan segala    apa yang ada dengan harapkan orang yang menerima surat tidak salah persepsi atau salah paham.
4. Ejaan digunakan sesuai dengan pedoman.
Dalam penyampaian bahasa tulis, memang ada pedoman yang harus digunakan atau dipatuhi agar tidak menimbulkkan kesalahan dalam pemakaian atau penulisan kata.
5. Penggunaan kosa kata pada dasarnya sudah dibakukan.
Dalam hal ini, penggunaan kata atau pilihan kata harus tepat. Walaupun maksud kita sama, namun apabila kita salah dalam memilih kata maka akan menimbulkan kerancuan.
Contoh Ragam bahasa lisan Ragam bahasa tulis :
1. Putri bilang kita harus pulang  = Putri mengatakan bahwa kita harus pulang
2. Ayah lagi baca koran  = Ayah sedang membaca koran
3. Saya tinggal di Bogor  =  Saya bertempat tinggal di Bogor
1.2.3.  Membedakan Ragam Bahasa Tulis dan Bahasa Lisan dari Segi Penggunaan Kalimat
Membedakan Ragam Bahasa Tulis dan Lisan dari segi penggunaan kalimat. Pada ragam Bahasa Tulis dengan Ragam Bahasa Lisan mempunyai suatu perbedaan yang sangat signifikan, karena pada ragam Bahasa Tulis sangat diperlukan unsur-unsur kalimat sangat berpengaruh dan penting di tulis dalam wacana atau paragrap yang mengacu pada bahasa tulis. Ragam Bahasa Tulis komunikasi tidak secara langsung. Sehingga situasi, kondisi dan waktu tidak mengikat sebab orang yang membaca ragam bahasa tulis tidak bertemu langsung dengan penulis.
            Ragam Bahsa Lisan mempunyai ciri-ciri yang khas yaitu sangat berpengaruh Supra Segmental (aksentuasi, nada, dan tekanan) dan unsur Para Lingual (gerak gerik tangan, mata, dan kepala) karena unsur ini memberi efek terhadap hasil komunikasi. Ragam Lisan komunikasi secara langsung atau bersemuka sehingga sangat terikat oleh situasi, kondisi dan waktu. Ragam Lisan kalimat yang kurang baik strukturnya tidak menghambat komunikasi karena unsur suprasegmental para lingual dan komunikasi secara langsung.


Contoh ragam bahasa lisan yang tidak formal dan contoh ragam bahasa tulis.:
Contoh 1 : ragam bahasa lisan yang tidak formal.
Contoh 2 : ragam bahasa tulis.
Contoh 1.
A : “Nama?”
B : “Arjana”
A : “umur?”
B : “16 tahun.”
A : “tinggal di mana?”
B : “di Gianyar.”
A : “pernah kursus?”
B : “pernah.”
A : “di mana?”
B : “GO.”
A : “pernah kerja?”
B : “pernah.”
Contoh 2
A : “siapa nama saudara?”
B : “nama saya Arjana.”
A : “berapa umur saudara?”
B : “umur saya 16 tahun.”
A : “dimana saudara tinggal?”
B : “saya tinggal di Gianyar.”
A : “apakah saudara pernah kursus?”
B : “ya, saya pernah kursus bahasa Inggris di GO.”
A : “apakah saudara pernah bekerja?”
B : “ya, saya pernah bekerja.”



1.3. Kalimat
1.3.1. Frase
Frase adalah satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih yang tidak melampaui batas fungsi. Misalnya: akan datang, kemarin pagi, yang sedang menulis.
Dari batasan di atas dapatlah dikemukakan bahwa frase mempunyai dua sifat, yaitu
a.       Frase merupakan satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih.
b.       Frase merupakan satuan yang tidak melebihi batas fungsi unsur klausa, maksudnya prase itu selalu        terdapat dalam satu fungsi unsur klausa yaitu: S, P, O, atau K.
Macam-macam frase:
A.       Frase endosentrik
Frase endosentrik adalah frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan unsurnya. Frase endosentrik dapat dibedakan menjadi tiga golongan yaitu:
1.       Frase endosentrik yang koordinatif, yaitu: frase yang terdiri dari unsur-unsur yang setara, ini dibuktikan oleh kemungkinan unsur-unsur itu dihubungkan dengan kata penghubung.
Misalnya:       kakek-nenek                         pembinaan dan pengembangan
                laki bini                                  belajar atau bekerja
2.       Frase endosentrik  yang atributif, yaitu frase yang terdiri dari unsur-unsur yang tidak setara. Karena itu, unsur-unsurnya tidak mungkin dihubungkan.
Misalnya:       perjalanan panjang
                hari libur
Perjalanan, hari merupakan unsur pusat, yaitu: unsur yang secara distribusional sama dengan seluruh frase dan secara semantik merupakan unsur terpenting, sedangkan unsur lainnya merupakan atributif.
3.       Frase endosentrik yang apositif: frase yang atributnya berupa aposisi/ keterangan tambahan.
Misalnya: Susi, anak Pak Saleh, sangat pandai.
Dalam frase Susi, anak Pak Saleh secara sematik unsur yang satu, dalam hal ini unsur anak Pak Saleh, sama dengan unsur lainnya, yaitu Susi. Karena, unsur anak Pak Saleh dapat menggantikan unsur Susi. Perhatikan jajaran berikut:
Susi, anak Pak Saleh, sangat pandai
Susi, …., sangat pandai.
…., anak Pak Saleh sangat pandai.
Unsur Susi merupakan unsur pusat, sedangkan unsur anak Pak Saleh merupakan aposisi (Ap).
B.       Frase Eksosentrik
Frase eksosentrik ialah frase yang tidak mempunyai distribusi yang sama dengan unsurnya.
Misalnya:
Siswa kelas 1A sedang bergotong royong di dalam kelas.
Frase di dalam kelas tidak mempunyai distribusi yang sama dengan unsurnya. Ketidaksamaan itu dapat dilihat dari jajaran berikut:
                        Siswa kelas 1A sedang bergotong royong di ….
                        Siswa kelas 1A sedang bergotong royong …. kelas
C.      Frase Nominal, frase Verbal, frase Bilangan, frase Keterangan.
1.       Frase Nominal: frase yang memiliki distributif yang sama dengan kata nominal.
                Misalnya: baju baru, rumah sakit
2.       Frase Verbal: frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan golongan kata   verbal.
                Misalnya: akan berlayar
3.       Frase Bilangan: frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan kata bilangan.
                Misalnya: dua butir telur, sepuluh keping
4.       Frase Keterangan: frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan kata keterangan.
                Misalnya: tadi pagi, besok sore
5.       Frase Depan: frase yang terdiri dari kata depan sebagai penanda, diikuti oleh kata atau frase sebagai               aksinnya.
                Misalnya: di halaman sekolah, dari desa
D.      Frase Ambigu
Frase ambigu artinya kegandaan makna yang menimbulkan keraguan atau mengaburkan maksud kalimat. Makna ganda seperti itu disebut ambigu.
Misalnya: Perusahaan pakaian milik perancang busana wanita terkenal, tempat mamaku bekerja, berbaik hati mau melunaskan semua tunggakan sekolahku.
Frase perancang busana wanita dapat menimbulkan pengertian ganda:
1.       Perancang busana yang berjenis kelamin wanita.
2.       Perancang yang menciptakan model busana untuk wanita.


1.3.2.  Klausa
Klausa adalah satuan gramatika yang terdiri dari subjek (S) dan predikat (P) baik disertai objek (O), dan keterangan (K), serta memilki potensi untuk menjadi kalimat. Misalnya: banyak orang mengatakan.
Unsur inti klausa ialah subjek (S) dan predikat (P).
Penggolongan klausa:
1.       Berdasarkan unsur intinya
2.       Berdasarkan ada tidaknya kata negatif yang secara gramatik menegatifkan predikat
3.       Berdasarkan kategori kata atau frase yang menduduki fungsi predikat

1.3.3.  Kalimat
a.       Pengertian
Kalimat adalah satuan bahasa yang terdiri dari dua kata atau lebih yang mengandung pikiran yang lengkap dan punya pola intonasi akhir.
                Contoh: Ayah membaca koran di teras belakang.
b.       Pola-pola kalimat
Sebuah kalimat luas dapat dipulangkan pada pola-pola dasar yang dianggap menjadi dasar pembentukan kalimat luas itu.
Pola kalimat I = kata benda-kata kerja
Contoh: Adik menangis. Anjing dipukul.
Pola kalimat I disebut kalimat ”verbal”
Pola kalimat II = kata benda-kata sifat
Contoh: Anak malas. Gunung tinggi.
Pola kalimat II disebut pola kalimat ”atributif”
Pola kalimat III = kata benda-kata benda
Contoh: Bapak pengarang. Paman Guru
Pola pikir kalimat III disebut kalimat nominal atau kalimat ekuasional. Kalimat ini mengandung kata kerja bantu, seperti: adalah, menjadi, merupakan.
Pola kalimat IV (pola tambahan) = kata benda-adverbial
Contoh: Ibu ke pasar. Ayah dari kantor.
Pola kalimat IV disebut kalimat adverbial

c.  Jenis Kalimat
1.       Kalimat Tunggal
Kalimat tunggal adalah kalimat yang hanya terdiri atas dua unsur inti pembentukan kalimat (subjek dan predikat) dan boleh diperluas dengan salah satu atau lebih unsur-unsur tambahan (objek dan keterangan), asalkan unsur-unsur tambahan itu tidak membentuk pola kalimat baru.


Kalimat Tunggal
Susunan Pola Kalimat
Ayah merokok.
Adik minum susu.
Ibu menyimpan uang di dalam laci.
S-P
S-P-O
S-P-O-K

2.       Kalimat Majemuk
Kalimat majemuk adalah kalimat-kalimat yang mengandung dua pola kalimat atau lebih. Kalimat majemuk dapat terjadi dari:
a.       Sebuah kalimat tunggal yang bagian-bagiannya diperluas sedemikian rupa sehingga perluasan itu membentuk satu atau lebih pola kalimat baru, di samping pola yang sudah ada.
Misalnya:       Anak itu membaca puisi. (kalimat tunggal)
Anak yang menyapu di perpustakaan itu sedang membaca puisi.
(subjek pada kalimat pertama diperluas)
b.       Penggabungan dari dua atau lebih kalimat tunggal sehingga kalimat yang baru mengandung dua atau lebih pola kalimat.
Misalnya:       Susi menulis surat (kalimat tunggal I)
Bapak membaca koran (kalimat tunggal II)
                    Susi menulis surat dan Bapak membaca koran.
Berdasarkan sifat hubungannya, kalimat majemuk dapat dibedakan atas kalimat majemuk setara, kalimat majemuk bertingkat, dan kalimat majemuk campuran.
1)       Kalimat majemuk setara
Kalimat majemuk setara adalah kalimat majemuk yang hubungan antara pola-pola kalimatnya sederajat. Kalimat majemuk setara terdiri atas:
a.       Kalimat majemuk setara menggabungkan. Biasanya menggunakan kata-kata tugas: dan, serta, lagipula, dan sebagainya.
        Misalnya: Sisca anak yang baik lagi pula sangat pandai.
b.       Kalimat majemuk serta memilih. Biasanya memakai kata tugas: atau, baik, maupun.
                        Misalnya: Bapak minum teh atau Bapak makan nasi.
c.        Kalimat majemuk setara perlawanan. Biasanya memakai kata tugas: tetapi, melainkan.
                        Misalnya: Dia sangat rajin, tetapi adiknya sangat pemalas.

2)       Kalimat majemuk bertingkat
Kalimat majemuk yang terdiri dari perluasan kalimat tunggal, bagian kalimat yang diperluas sehingga membentuk kalimat baru yang disebut anak kalimat. Sedangkan kalimat asal (bagian tetap) disebut induk kalimat. Ditinjau dari unsur kalimat yang mengalami perluasan dikenal adanya:
a.             Kalimat majemuk bertingkat dengan anak kalimat penggati subjek.
Misalnya:       Diakuinya  hal itu
                                P             S
                        Diakuinya bahwa ia yang memukul anak itu.
                                            anak kalimat pengganti subjek
b.             Kalimat majemuk bertingkat dengan anak kalimat pengganti predikat.
Misalnya:       Katanya begitu
                        Katanya bahwa ia tidak sengaja menjatuhkan gelas itu.
                                                anak kalimat pengganti predikat
c.              Kalimat majemuk bertingkat dengan anak kalimat pengganti objek.
Misalnya:       Mereka sudah mengetahui hal itu.
                                S             P                             O
                        Mereka sudah mengetahui bahwa saya yang mengambilnya.
                                                                                anak kalimat pengganti objek
d.             Kalimat majemuk bertingkat dengan anak kalimat pengganti keterangan.
Misalnya:       Ayah pulang malam hari
                            S        P             K
Ayah pulang ketika kami makan malam
                        anak kalimat pengganti keterangan
3)     Kalimat majemuk campuran
Kalimat majemuk campuran adalah kalimat majemuk hasil perluasan atau hasil gabungan beberapa kalimat tunggal yang sekurang-kurangnya terdiri atas tiga pola kalimat.
Misalnya: Ketika ia duduk minum-minum, datang seorang pemuda berpakaian bagus, dan menggunakan kendaraan roda empat.
           

             Ketika ia duduk minum-minum
                                                                                pola atasan
                                                        datang seorang pemuda berpakaian bagus
                                                                                pola bawahan I
                                                        datang menggunakan kendaraan roda empat
                                                                                pola bawahan II
                                                                                 
3. Kalimat Inti, Luas, dan Transformasi
a.       Kalimat inti
Kalimat inti adalah kalimat mayor yang hanya terdiri atas dua kata dan sekaligus menjadi inti kalimat.
Ciri-ciri kalimat inti:
1)       Hanya terdiri atas dua kata
2)       Kedua kata itu sekaligus menjadi inti kalimat
3)       Tata urutannya adalah subjek mendahului predikat
4)       Intonasinya adalah intonasi ”berita yang netral”. Artinya: tidak boleh menyebabkan perubahan atau pergeseran makna laksikalnya..
b.       Kalimat luas
Kalimat luas adalah kalimat inti yang sudah diperluas dengan kata-kata baru sehingga tidak hanya terdiri dari dua kata, tetapi lebih.
c.        Kalimat transformasi
Kalimat transformasi merupakan kalimat inti yang sudah mengalami perubahan atas keempat syarat di atas yang berarti mencakup juga kalimat luas. Namun, kalimat transformasi belum tentu kalimat luas.
Contoh kalimat  Inti, Luas, dan Transformasi
a.       Kalimat Inti. Contoh: Adik menangis.
b.       Kalimat Luas. Contoh: Radha, Arief, Shinta, Mamas, dan Mila sedang belajar dengan serius, sewaktu pelajaran matematika.
c.        Kalimat transformasi. Contoh:
i)         Dengan penambahan jumlah kata tanpa menambah jumlah inti, sekaligus juga adalah kalimat luas: Adik menangis tersedu-sedu kemarin pagi.
ii)       Dengan penambahan jumlah inti sekaligus juga adalah kalimat luas: Adik menangis dan merengek kepada ayah untuk dibelikan komputer.
iii)      Dengan perubahan kata urut kata. Contoh: Menangis adik.
iv)      Dengan perubahan intonasi. Contoh: Adik menangis?
4. Kalimat Mayor dan Minor
a.       Kalimat mayor
Kalimat mayor adalah kalimat yang sekurang-kurangnya mengandung dua unsur inti.
Contoh:          Amir mengambil buku itu.
Arif ada di laboratorium.
Kiki pergi ke Bandung.
Ibu segera pergi ke rumah sakit menengok paman, tetapi ayah menunggu kami di rumah Rati karena kami masih berada di sekolah.
b.       Kalimat Minor
Kalimat minor adalah kalimat yang hanya mengandung satu unsur inti atau unsur pusat. 
    Contoh:          Diam!
Sudah siap?
Pergi!
Yang baru!
Kalimat-kalimat di atas mengandung satu unsur inti atau unsur pusat.
Contoh: Amir mengambil.
Arif ada.
Kiki pergi
Ibu berangkat-ayah menunggu.
Karena terdapat dua inti, kalimat tersebut disebut kalimat mayor.
5.  Kalimat Efektif
Kalimat efektif adalah kalimat berisikan gagasan pembicara atau penulis secara singka, jelas, dan tepat.
Jelas      : berarti mudah dipahami oleh pendengar atau pembaca.
Singkat  : hemat dalam pemakaian atau pemilihan kata-kata.
Tepat      : sesuai dengan kaidah bahasa yang berlaku.
Kalimat Tidak Efektif
Kalimat tidak efektif adalah kalimat yang tidak memiliki atau mempunyai sifat-sifat yang terdapat pada kalimat efektif.
Sebab-Sebab Ketidakefektifan Kalimat
1.       kontaminasi= merancukan 2 struktur benar  1 struktur salah
contoh:
diperlebar, dilebarkan  diperlebarkan (salah)
memperkuat, menguatkan  memperkuatkan (salah)
sangat baik, baik sekali  sangat baik sekali (salah)
saling memukul, pukul-memukul  saling pukul-memukul (salah)
Di sekolah diadakan pentas seni. Sekolah mengadakan pentas seni  Sekolah mengadakan pentas seni (salah)
2.       pleonasme= berlebihan, tumpang tindih
contoh :
para hadirin (hadirin sudah jamak, tidak perlu para)
para bapak-bapak (bapak-bapak sudah jamak)
banyak siswa-siswa (banyak siswa)
saling pukul-memukul (pukul-memukul sudah bermakna ‘saling’)
agar supaya (agar bersinonim dengan supaya)
disebabkan karena (sebab bersinonim dengan karena)
3.       tidak memiliki subjek
contoh:
Buah mangga mengandung vitamin C.(SPO) (benar)
Di dalam buah mangga terkandung vitamin C. (KPS) (benar) ??
Di dalam buah mangga mengandung vitamin C. (KPO) (salah)
4.       adanya kata depan yang tidak perlu
Perkembangan  daripada teknologi informasi sangat pesat.
Kepada siswa kelas I berkumpul di aula.
Selain daripada bekerja, ia juga kuliah.
5.       salah nalar
waktu dan tempat dipersilahkan. (Siapa yang dipersilahkan)
Mobil Pak Dapit mau dijual. (Apakah bisa menolak?)
Silakan maju ke depan. (maju selalu ke depan)
Adik mengajak temannya naik ke atas. (naik selalu ke atas)
Pak, saya minta izin ke belakang. (toilet tidak selalu berada di belakang)
Saya absen dulu anak-anak. (absen: tidak masuk, seharusnya presensi)
Bola gagal masuk gawang. (Ia gagal meraih prestasi) (kata gagal lebih untuk subjek bernyawa)
6.       kesalahan pembentukan  kata
mengenyampingkan seharusnya mengesampingkan
menyetop seharusnya menstop
mensoal seharusnya menyoal
ilmiawan seharusnya ilmuwan
sejarawan seharusnya ahli sejarah

7.       pengaruh bahasa asing
Rumah di mana ia tinggal … (the house where he lives …) (seharusnya tempat)
Sebab-sebab daripada perselisihan … (cause of the quarrel) (kata daripada dihilangkan)
Saya telah katakan … (I have told) (Ingat: pasif persona) (seharusnya telah saya katakan)
8.       pengaruh bahasa daerah
… sudah pada hadir. (Jawa: wis padha teka) (seharusnya sudah hadir)
… oleh saya. (Sunda: ku abdi) (seharusnya diganti dengan kalimat pasif persona)
Jangan-jangan … (Jawa: ojo-ojo) (seharusnya mungkin)
.
1.3.4. Konjungsi
Konjungsi adalah kata tugas yang menghubungkan dua klausa atau lebih. Konjungsi dapat dibagi menjadi lima macam menurut perilaku sintaksisnya. Kelima jenis konjungsi itu adalah:


  1. Konjungsi antarklausa yaitu konjungsi yang menghubungkan dua klausa atau lebih.

Jika yang dihubungkan dua klausa atau lebih yang memiliki status sintaksis sama disebut konjungsi koordinatif. Jika dua klausa itu memiliki status tidak sama dinamakan konjungsi subordinatif.
Adapun macam-macam konjungsi antarklausa meliputi:
Konjungsi koordinatif
a. dan (menyatakan penambahan)
b. tetapi (menyatakan perlawanan)
c. atau (menyatakan pemilihan0

  1. Konjungsi koordinatif; menghubungkan dua atau lebih unsur (termasuk kalimat) yang sama pentingnya atau setara. Kalimat yang dibentuk disebut kalimat majemuk setara. Contoh: dan, serta, atau, tetapi, melainkan, padahal, sedangkan.

  1. Konjungsi korelatif; menghubungkan dua atau lebih unsur (tidak termasuk
kalimat) yang memiliki status sintaksis yang sama dan membentuk frasa atau kalimat. Kalimat yang dibentuk agak rumit dan bervariasi, kadang setara, bertingkat, atau bisa juga kalimat dengan dua subjek dan satu predikat. Contoh: baik ... maupun, tidak hanya ..., tetapi juga, bukan hanya ..., melainkan juga, demikian ... sehingga, sedemikian rupa ... sehingga, apa(kah) ... atau, entah ... entah, jangankan ..., ... pun.

  1. Konjungsi subordinatif; menghubungkan dua atau lebih klausa yang tidak memiliki status sintaksis yang sama. Konjungsi membentuk anak kalimat yang jika digabungkan dengan induk kalimat akan membentuk kalimat majemuk bertingkat.
    1. Konjungsi subordinatif waktu; sejak
    2. Konjungsi subordinatif syarat; jika
    3. Konjungsi subordinatif pengadaian; andaikan
    4. Konjungsi subordinatif tujuan; agar
    5. Konjungsi subordinatif konsesif; biarpun
    6. Konjungsi subordinatif pembandingan; ibarat
    7. Konjungsi subordinatif sebab; karena
    8. Konjungsi subordinatif hasil; sehingga
    9. Konjungsi subordinatif alat; dengan
    10. Konjungsi subordinatif cara; tanpa
    11. Konjungsi subordinatif komplementasi; bahwa
    12. Konjungsi subordinatif atributif; yang
    13. Konjungsi subordinatif perbandingan; sama ... dengan

  1. Konjungsi antarkalimat yaitu konjungsi yang menghubungkan satu kalimat dengan kalimat yang lain. Oleh karena itu, konjungsi itu selalu memulai kalimat yang baru dan huruf pertamanya diawali huruf capital.
    Yang termasuk konjungsi antarkalimat sebagai berikut;
    1. Konjungsi yang menyatakan pertentangan dengan yang dinyatakan pada kalimat sebelumnya. Seperti : biarpun demikian/begitu, sekalipun demikian/begitu, walaupun demikian/begitu, dan meskipun demikian/begitu.
Contoh : Kami kurang setuju dengan usulan dia. Biarpun begitu, kami tetap menghargainya.
    1. Konjungsi yang menyatakan lanjutan dari peristiwa atau keadaan pada kalimat sebelumnya, seperti : sesudah itu, setelah itu, dan selanjutnya.
Contoh : Kami akan memulai perjalanan ini dengan berjalan kaki. Sesudah itu, kami akan beristirahat di rumah penduduk.
    1. Konjungsi yang menyatakan adanya hal, peristiwa, atau keadaan lain diluar dari yang telah dinyatakan sebelumnya, seperti : tambahan pula, lagi pula, dan selain itu.
Contoh : Kami menyambut pagi ini dengan sukacita. Tambahan pula, burung-burung juga ramai berkicau.
    1. Konjungsi yang menyatakan kebalikan dari yang dinyatakan sebelumnya, seperti sebaliknya.
Contoh : Kita jangan terus menebang pohon-pohon di hutan ini. Sebaliknya, kita harus menanam bibit-bibit pohon baru.
    1. Konjungsi yang menyatakan keadaan keadaan yang sebenarnya, seperti : sesungguhnya dan bahwasanya.
Contoh : Kita dilanda banjir besar tahun ini. Sesungguhnya, bencana ini telah kita ramalkan tahun kemarin.
    1. Konjungsi yang menguatkan keadaan yang dinyatakan sebelumnya, seperti : malahan dan bahkan.
Contoh : Rumah-rumah di Kalimantan kebanyakan didirikan di tepi sungai. Bahkan, ada kampung di tengah laut yang dangkal.
    1. Konjungsi yang menyatakan pertentangan dengan keadaan sebelumnya, seperti : namun dan akan tetapi.
Contoh : keadaannya memang sudah aman. Akan tetapi, kita tetap harus waspada.
    1. Konjungsi yang menyatakan konsekwensi, seperti : dengan demikian.
Contoh : Kamu telah setuju dengan persyaratan ini. Dengan demikian,kamu harus menanggung semua risikonya.
    1. Konjungsi yang menyatakan akibat, seperti : oleh karena itu dan oleh sebab itu.
Contoh : Kami sudah melarang mereka berburu di hutan, tapi mereka tetap nekat. Oleh sebab itu, biar mereka rasakan sendiri akibatnya.
    1. Konjungsi yang menyatakan kejadian yang mendahului hal yang dinyatakan sebelumnya, seperti : sebelum itu.
Contoh : Polisi hutan menangkap dua peemburu liar. Sebelum itu, mereka menangkap lima orang pemburu liar.
k.   .Konjungsi yang menyatakan pertentangan dengan yang dinyatakan pada kalimat sebelumnya, seperti : biarpun demimikian/beitu, sekalipun demikian/begitu, walaupun demikian/begitu, dan meskipun demikian/begitu.
Contoh : kami kurang setuju dengan usulan dia. Biarpun begitu, kami tetap menghargainya.
l.    Konjungsi yang menyatakan lanjutan dari peristiwa atau keadaan pada kalimat sebelumnya, seperti : sesudah itu, setelah itu dan selanjutnya.
Contoh : kami akan memulai perjalanan ini dengan berjalan kaki. Sesudah itu, kami akan beristirahat di rumah penduduk.
m.  Konjungsi yang menyatakan adanya hal, peristiwa atau keadaan lain diluar  dari yang telah dinyatakan sebelumnya, seperti : tambahan pula, lagi pula, dan selain itu.
Contoh : kami menyambut pagi ini dengan suka cita. Tambahan pula, burung-burung juga ramai berkicau.
n.         Konjungsi yang menyatakan kebalikan dari yang dinyatakan sebelumnya.  Seperti : sebaliknya.
Contoh : kita jangan terus menebang pohon-pohon di hutan ini. Sebaliknya, kita harus menanam bibit-bibit baru.
o.         .Konjungsi yang menyatakan keadaan yang sebenarnya. Seperti : sesungguhnya dan bahwasanya.
Contoh : Kita di landa banjir besar tahun ini. Sesungguhnya, bencana itu telah kita ramalkan tahun kemaren.
p.         Konjungsi yang menguatkan keadaan yang dinyatakan sebelumnya, seperti : malahan, dan bahkan.
Contoh : Rumah-rumh di Kalimantan kebanyakan didirikan di tepi sungai. Bahkan, ada kampung ditengah laut yang dangkal.
q.         Konjungsi yang menyatakan pertentangan dengan keadaan yang sebelumnya. Seperti: namun, akan tetapi.
Contoh : Keadaan memang sudah aman. Akan tetapi, kita harus tetap waspada.
r.          Konjungsi yang menyatakan konsekuensi, seperti : dengan demikian.
Contoh : kamu telah setuju dengan persyaratan ini. Dengan demikian, kamu harus menanggung semua resikonya.
s.          Konjungsi yang menyatakan akibat, seperti oleh karena itu dan oleh sebab itu.
Contoh : Kami sudah melarang mereka berburu di hutan, tetapi mereka tetap nekat. Oleh karena itu, biar mereka rasakan sendiri akibatnya.
t.          Konjungsi yang menyatakan mendahului hal yang dinyatakan sebelumnya, seperti sebelum itu.
Contoh : Polisi hutan menangkap dua pemburu liar. Sebelum itu, mereka menangkap lima orang pemburu liar.



  1. Konjungsi antarparagraf yaitu, konjungsi yang digunakan memulai suatu paragraph. Hubungan dengan paragraph sebelumnya berdasarkan makna yang terkandung pada paragraph sebelumnya itu.
    Konjungsi antarparagraf terdiri dari ;
    - adapun
    - akan hal
    - mengenai
    - dalam pada itu



1.4. Sinonim, Antonim dan Polisemi

1.4.1.      Pengertian Sinonim dan Bentuk-Bentuknya
Sinonim adalah kata-kata yang memiliki kesamaan arti secara struktural atau leksikal dalam berbagai urutan kata-kata sehingga memiliki daya tukar (substitusi).
  1. Sinonim mutlak: kata-kata yang dapat bertukar tempat dalam konteks kebahasaan apa pun tanpa mengubah makna struktural dan makna leksikal dalam rangkaian kata/frasa/klausa/kalimat. Contoh:
    • kosmetik = alat kecantikan
    • laris = laku, larap
    • leksikografi = perkamusan
    • kucing = meong
  2. Sinonim semirip: kata-kata yang dapat bertukar tempat dalam konteks kebahasaan tertentu tanpa mengubah makna struktural dan leksikal dalam rangkaian kata/frasa/klausa/kalimat tersebut saja. Contoh:
    • melatis = menerobos 
    • lahiriah = jasmaniah
  3. Sinonim  selingkung: kata-kata yang dapat saling mengganti dalam satu konteks kebahasaan tertentu saja secara struktural dan leksikal. Contoh:  lemah = lemas
Contoh :          a. Ayahnya sudah meninggal bulan lalu
                        b. Ayahnya sudah tewas alam perjalanan ke Bali.
                        c. Ayahnya sudah meninggal dunia bulan lalu.
                        d. Ayahnya sudah berpulang ke rahmatullah bulan yang lalu.
            Tampak dalam contoh tersebut, kata meninggal bersinonim dengan tewas, juga bersinonim dengan frasa meninggal dunia dan frasa berpulang ke rahmatullah. Akan tetapi, kata meninggal tidak memiliki makna yang mutlak sama dengan kata wafat atau tewas karena berbeda nilai rasanya. Sinonim juga dapat terjadi antara morfem dengan morfem, antar morfem dengan kata, kata dengan frasa, serta antar kalimat dengan kalimat.



1.4.2.      tian Antonim dan Jenisnya
Antonim yaitu, dua buah kata atau lebih yang memiliki makna yang berlainan. Verhaar menggantikan kata antonym dengan kata oposisi sehingga mencakup pengertian betul-betul berlawanan sampai yang hanya bersifat kebalikan.
            Berdasarkan sifatnya, oposisi dibedakan atas lima macam berikut ini.
1.      Oposisi mutlak. Ciri oposisi ini adalah penyangkalan terhadap kata yang satu dengan kata yang lain.
2.      Oposisi kutub atau gradual. Oposisi ini pertentangannya tidak bersifat mutlak, melainkan gradasi, artinya terdapat tingkat-tingkat makna pada kata tersebut.
3.      Oposisi hubungan atau relasional. Oposisi antara dua kata yang mengandung relasi kebalikan, kata-kata yang beroposisi dengan hubungan ini bisa berupa kata kerja.
4.      Oposisi majemuk. Oposisi yang mencakup suatu perangkat yang terdiri dari dua kata atau lebih. Oposisi ini berkaitan ddengan hiponim-hiponim dalam suatu kelas.
5.      Oposisi hierarki.. oposisi yang sebenarnya mirip dengan oposisi majemuk, tetapi disini terdapat suatu kriteria tambahan atau tingakatan.
Contoh antonim
  1. Antonim berpasangan: kata-kata yang secara makna jelas bertentangan karena didasarkan pada makna pasangannya sehingga tidak bisa dipertentangkan tanpa kehadiran makna pasangannya. Jika salah satu unsur dinegatifkan, tidak secara serta-merta memunculkan pasangannya. Contoh:
    • (ber)-dosa >< suci  (tidak (ber)-dosa ≠suci)
    • istri >< suami  (bukan istri ≠ suami)
    • pembeli >< penjual (bukan pembeli ≠ penjual)
  2. Antonim melengkapi: kata-kata yang secara makna bertentangan, tetapi kehadiran makna salah satu kata bersifat melengkapi kehadiran makna yang lain. Contoh:
    • pertanyaan >< jawaban
    • mencari >< menemukan
  3. Antonim berjenjang: kata-kata yang secara makna mengandung pertentangan, tetapi pertentangan makna ini bersifat berjenjang/bertahap/bertingkat. Contoh:
    • dingin >< hangat >< panas
    • kaku >< lentur >< elastis

1.4.3.      Polisemi
Polisemi ialah kata yang memiliki makna lebih dari satu. Makna tersebut tetap memperlihatkan huunganndengan makna dasarnya. Misalnya kata kepala memiliki makna berikut ini :
Makna 1          : bagian tubuh dari leher ke atas.
Makna 2          : bagian dari sesuatu yang terletak di sebelah atas dan merupakan hal yang      penting/terutama.
Makna 3          : bagian dari sesuatu yang berbentuk bulat.
Makna 4          : pemimpin atau ketua
Makna 5          : jiwa atau orang
Makna 6          : akal budi
            Makna 2-6 masih berhubungan dengan makna dasar (makna 1) karena dijabarkan dari komponen makna dasar tersebut. Kelima makna itu masih mempertahankan ciri “atas” yang ada pada makna 1, seperti contoh di bawah ini :
1.      Kepala Andri berdarah ketika jatuh dari sepeda.
2.      Upacara di suku terasing itu dipimpin oleh kepala suku.
3.      Lihat kepala jarum penttul yang berwarna merah itu !
4.      Acara ini akan diresmikan oleh Ibu Kepala sekolah.
5.      Setiap kepala menerima bantuan rp 10.000,00.
6.      Begitu berat yang ditanggungnya sampai terasa kepalanya kosong.


BAB III
PENUTUP

1.    SIMPULAN


1.      Imbuhan atau bubuhan mempunyai bentuk, arti, fungsi, dan jenis atau kelas. Setiap imbuhan mempunyai arti/pengertian yang berbeda-beda sesuai dengan tempat dimana penggunaan imbuhan tersebut.
2.       Ragam bahasa merupakan variasi bahasa yang disesuaikan dengan dimana pemakaiannya, siapa lawan bicaranya, serta menurut situasi dan kondisi.
3.      Konjungsi merupakan kata penghubung di dalam suatu kalimat, ada beberapa macam jenis konjungsi yang akan dibahas lebih detail pada bab selanjutnya.
4.      Antonym adalah dua buah kata atau lebih yang memiliki makna yang berlainan.
Sinonim adalah dua buah kata atau lebih yang memiliki makna   sama/hamper sama.
Polisemi adalah kata yang memiliki makna lebih dari satu.  





2.    SARAN
Kita ketahui tiada manusia yang sempurna diciptakan di dunia ini oleh Tuhan. Begitu pila dengan penelitian ini masih banyak kekeurangan. Untuk itu harapan kami kedepan adalah:
1.      Penelitian ini hanya mencangkup beberapa aspek kebahasaan, untuk iyu perlu diadakan lagi penelitian yang lebih kompleks
2.      Mengingat pentingnya aspek kebahasaan dalam kehidupan sehari- hari, mari kita belajar  bahasa Indonesia dengan benar.
3.      Perlu diadakan banyak sosialisasi kepada mereka yang tidak ikut dalam dunia pendidikan sehingga seluruh kalangan masyarakat bisa berbahasa Indonesia yang benar.










DAFTAR PUSTAKA

P. Tukan, S.Pd,Mahir Berbahasa Indonesia 1,SMA Kelas X,yudhistira




               

Silahkan coment yang sopan ....