OLEH :
NAMA : I Wayan Gede Adi Arjana
KELAS :
X3
NOMOR : 05
KATA PENGANTAR
OM SWASTYASTU,
Puji syukur saya panjatkan kehadapan
Ida Sang Hyang Widhi Wasa ( Tuhan Yang Maha Esa ) karena pada akhirnya saya
dapat menyelesaikan tugas ringkasan bahasa Indonesia mengenai “ ASPEK
KEBAHASAAN” yang telah diberikan oleh Bapak Sudira selaku guru Bahasa Indonesia
kelas X.
Melalui ringkasan ini saya berharap
dapat membantu pembaca dalam mempermudah pembelajaran sedikit banyaknya tentang
aspek kebahasaan itu sendiri. Aspek kebahasaan ini juga sangat diperlukan dalam
kegiatan sehari-hari agar dapat berkomunikasi dengan baik dan benar.
Saya menyadari makalah ini masih
jauh dari kata sempurna. Banyak kekurangan yang
terkandung di dalamnya. Untuk itu, kritik dan saran yang konstruktif
dari teman-teman, bapak guru, maupun ibu guru sangat saya harapkan demi saya
kedepannya.
Semoga pikiran yang
baik datang dari segala penjuru.
OM
SANTIH, SANTIH, SANTIH, OM
Gianyar,
September 2010
Penulis
DAFTAR ISI
Judul
……………………………………………………………………………………i
Kataengantar
……………………………………………………………………………………ii
Daftar
Isi ……………………………………………………………………………………iii
BAB
I PENDAHULUAN
A. LatarBelakang…………………………………………………………1
B. RUMUSAN
ASALAH………………………………………………..2
C. TUJUAN………………………………………………………………2
D. RUANG
LINGKUP…………………………………………………..2
E. MANFAAT…………………………………………………………..
3
BAB
II ISI
A. Pembahasan…………………………………………………………..
4
BAB
III PENUTUP
A. Simpulan……………………………………………………………..36
B. Saran
……………………………………………………………………… 37
Daftar
Pustaka…………………………………………………………………………..38
BAB
1
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Bahasa dalam kehidupannya merupakan struktur,
mencangkup struktur bentuk dan makna. Dengan menggunakan struktur itu manusia
bisa berkomunikasi dengan manusia lainnya. Dengan bahasa ilmu pengetahuan yang
ditemukan dapat disebar luaskan sehingga dapat dimanfaatkan oleh orang banyak
guna kemajuan kehidupan.
Selain
memahami penyampaian informasi dalam bahasa,
maka dalam penyampaian juga harus
diprhatikan struktur bahasa. Apabila struktur bahasa yang digunakan tidak
sesuai dengan kaidah yang berlaku tentunya suatu akan mengurangi makna
informasi yang disampaikan.
Kesalahan
berbahasa juga sering kali kita lihat dalam kehidupan sehari- hari. Hal itu
disebabkan oleh banyak faktor.Salah satu cara memperbaiki kesalahan berbahasa
dalam kehidupan sehari- hari adalah memberi penekanan berbahasa dalam dunia
pendidikan. Karena kita ketahui bahwa dalam penyampaian proses pembelajaran di
sekolah mayoritas menggunakan Bahasa Indonesia.
Bahasa Indonesia memang banyak
ragamnya. Seperti kita ketahui dalam penggunaanya sangat luas dan menggunakan
beranekaragam penuturan. Hal itu dipengaruhi oleh bahasa masing- masing daerah
yang ada di Indonesia.
Untuk itu didalam pelajaran Bahasa
Indonesia dimasukan aspek kebahasaan. Di Sekolah Menengah Atas (SMA) khususnya
di kelas X, dipelajari beberapa aspek kebahasaan seperti imbuhan, ragam bahasa, konjungsi, serta pengertian antonym, sinonim,
dan polisemi. Tapi belum tentu kalian belum mengetahui makna dari kata-kata
yang disebutkan tadi. Untuk itu diperluakn suatu penelitian yang secara
kompleks membahas tentang keempat aspek kebahasaan tersebut
B.
RUMUSAN
MASALAH
Sesuai dengan pembelajaran yang didapatkan pada
kelas x khususnya semester 1, maka didalam penyusunan karya tulis ini akan
dibahas beberapa masalah yaitu:
1.
Apa yang dimagsud dengan afiks (imbuhan)
ke-an ?
2.
Apa yang dimagsud dengan Ragam bahasa
Lisan dan Tulisan?
3.
Apakah yang dimagsud dengan konjungsi
antar kalimat?
4.
Apakah yang dimagsud dengan Sinonim,
Antonim, dan polisemi?
C.
TUJUAN
Dalam
suatu penelitian tentunya ada sesuatu yang ingin dicapai oleh penulis. Tidak
terkecuali didalam penelitian kami ini. Dalam hal ini kami ingin mengethui
beberapa unsure yaitu:
1.
Mengetahui pengertian dari afiks ke-an .
2.
Mengetahui pengertian dari Ragam bahasa
Lisan dan Tulisan.
3.
Mengetahui pengertian dari konjungsi
antar kalimat.
4.
Mengetahui pengertian dari Sinonim,
Antonim, dan polisemi.
D.
RUANG
LINGKUP
1. Imbuhan atau
bubuhan mempunyai bentuk, arti, fungsi, dan jenis atau kelas. Setiap imbuhan
mempunyai arti/pengertian yang berbeda-beda sesuai dengan tempat dimana
penggunaan imbuhan tersebut.
2. Ragam bahasa
merupakan variasi bahasa yang disesuaikan dengan dimana pemakaiannya, siapa
lawan bicaranya, serta menurut situasi dan kondisi.
3.
Konjungsi
merupakan kata penghubung di dalam suatu kalimat, ada beberapa macam jenis
konjungsi yang akan dibahas lebih detail pada bab selanjutnya.
4.
- Sinonim
adalah dua buah kata atau lebih yang memiliki makna sama/hamper sama.
-Antonym adalah dua buah kata atau lebih
yang memiliki makna yang berlainan.
-Polisemi
adalah kata yang memiliki makna lebih dari satu.
E. Manfaat Penelitian
Penelitian kami ini nantinya diharapkan agar:
1.
Bemanfaat bagi para pembaca yang ingin
mengetahui pembelajaran aspek kebahasaan pada kelas X semester 1.
2.
Memberikan sumbangan penegtahuan bagi
kelangsungan berbahasa di masyarakat
BAB
II
ISI
1.1.
Afiks
(Imbuhan)
1.1.1. Pengertian
Imbuhan (afiks) adalah suatu bentuk
linguistik yang di dalam suatu kata merupakan unsur langsung, yang bukan kata
dan bukan pokok kata. Melainkan mengubah leksem menjadi kata kompleks, artinya
mengubah leksem itu menjadi kata yang mempunyai arti lebih lengkap, seperti
mempunyai subjek, predikat dan objek. …………………………………….…………………………
Imbuhan (afiks) dibahas dalam bidang ilmu Morfologi. Sedangkan definisi Morfologi adalah bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan atau mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta pengaruh perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti kata. Dalam definisi lain di katakan bahwa Morfologi merupakan salah satu cabang ilmu bahasa yang mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik fungsi gramatik maupun fungsi semantik. Contoh: kata Sepeda Motor terdiri dari dua morfem, yaitu morfem Sepeda dan morfem Motor, yang masing-masing merupakan kata.…………………………………………………..
Perubahan-perubahan bentuk kata menyebabkan adanya perubahan golongan dan arti kata. Golongan kata Sepeda tidak sama dengan golongan kata bersepeda. Golongan Sepeda merupakan golongan kata nominal, sedangkan kata bersepeda termasuk golongan kata verbal. Kata rumah dan kata jalan termasuk golongan kata nominal, sedangkan kata berumah dan kata berjalan termasuk golongan kata verbal. …………………………………………………………..
Dibidang arti, kata Sepeda, bersepeda, Sepeda-sepeda, dan Sepeda Motor, semuanya mempunyai arti yang berbeda-beda. Demikian pula kata Rumah, berumah, perumahan, rumah-rumahan, rumah-rumah, rumah sakit dan kata-kata jalan, berjalan, berjalan-jalan, perjalanan, menjalani, menjalankan dan jalan raya. …
Imbuhan (afiks) dibahas dalam bidang ilmu Morfologi. Sedangkan definisi Morfologi adalah bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan atau mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta pengaruh perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti kata. Dalam definisi lain di katakan bahwa Morfologi merupakan salah satu cabang ilmu bahasa yang mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik fungsi gramatik maupun fungsi semantik. Contoh: kata Sepeda Motor terdiri dari dua morfem, yaitu morfem Sepeda dan morfem Motor, yang masing-masing merupakan kata.…………………………………………………..
Perubahan-perubahan bentuk kata menyebabkan adanya perubahan golongan dan arti kata. Golongan kata Sepeda tidak sama dengan golongan kata bersepeda. Golongan Sepeda merupakan golongan kata nominal, sedangkan kata bersepeda termasuk golongan kata verbal. Kata rumah dan kata jalan termasuk golongan kata nominal, sedangkan kata berumah dan kata berjalan termasuk golongan kata verbal. …………………………………………………………..
Dibidang arti, kata Sepeda, bersepeda, Sepeda-sepeda, dan Sepeda Motor, semuanya mempunyai arti yang berbeda-beda. Demikian pula kata Rumah, berumah, perumahan, rumah-rumahan, rumah-rumah, rumah sakit dan kata-kata jalan, berjalan, berjalan-jalan, perjalanan, menjalani, menjalankan dan jalan raya. …
Perbedaan golongan dan arti kata-kata
tersebut tidak lain disebabkan oleh perubahan bentuk kata. Karena itu, maka
morfologi disamping bidangnya yang utama menyelidiki seluk-beluk kata, juga
menyelidiki kemungkinan adanya perubahan golongan dan arti kata yang timbul
sebagai akibat perubahan bentuk kata.……………………………………………………
Tiga macam proses morfologis, yaitu pertama, bergabungnya morfem bebas dengan morfem terikat disebut afiksasi. Kedua, Pengulangan morfem bebas disebut reduplikasi, dan ketiga, bergabungnya morfem bebas dengan morfem bebas disebut pemajemukan. Pada proses yang pertama menghasilkan kata berimbuhan, yang kedua menghasilkan kata ulang, dan yang ketiga menghasilkan kata majemuk.………………………………………………
1.1.2. Syarat-syarat kata untuk dapat menjadi afiksasi
Tiga macam proses morfologis, yaitu pertama, bergabungnya morfem bebas dengan morfem terikat disebut afiksasi. Kedua, Pengulangan morfem bebas disebut reduplikasi, dan ketiga, bergabungnya morfem bebas dengan morfem bebas disebut pemajemukan. Pada proses yang pertama menghasilkan kata berimbuhan, yang kedua menghasilkan kata ulang, dan yang ketiga menghasilkan kata majemuk.………………………………………………
1.1.2. Syarat-syarat kata untuk dapat menjadi afiksasi
Ø Kata
afiks itu harus dapat ditempatkan pada bentuk-bentuk lain untuk membentuk kata
atau pokok kata baru..
Ø Kata afiks itu merupakan bentuk terikat, tidak
dapat berdiri sendiri dan secara gramatis (tertulis) selalu melekat pada bentuk
lain dalam bentuk terikat.
Ø Afiks
tidak memiliki arti leksis, artinya tidak mempunyai pertalian arti karena kata
itu berupa imbuhan. Sedangkan imbuhan itu dapat mempengaruhi arti kata itu
sendiri.
1.1.3.
Macam afiks
Imbuhan itu dapat mengubah makna,
jenis dan fungsi sebuah kata dasar atau bentuk dasar menjadi kata lain, yang
fungsinya berbeda dengan kata dasar atau bentuk dasar.
1.
Imbuhan ke-an
Beberapa fungsi imbuhan ke-an adalah sbb.:
Beberapa fungsi imbuhan ke-an adalah sbb.:
Ø membentuk kata benda abstrak, misalnya keberanian,
ketentraman, keindahan, dan sebagainya.
Ø membentuk kata kerja pasif, misalnya kehujanan,
kehilangan, keracunan, dan sebagainya.
Ø membentuk kata sifat, misalnya keibuan, kebapakan,
kekanak-kanakan, dan sebagainya.
Afiks
ke-an apabila sudah memasuki konteks kalimat akan memiliki beberapa makna,
antara lain :
Ø Menyatakan suatu hal / peristiwa
yang telah terjadi.
Contoh
: Ia menghadapi kenyataan ini dengan kepala dingin.
Ø Menyatakan tempat atau daerah.
Contoh
: Andri bekerja di kedutaan RI.
Ø Menyatakan kena atau menderita
suatu hal.
Contoh
: Ia kehujanan semalam.
Ø Menyatakan suatu perbuatan yang
tidak disengaja.
Contoh
: Santi ketiduran ketika menunggu ayahnya pulang.
Ø Menyatakan terlalu.
Contoh
: Baju Santo kebesaran.
Ø Menyatakan menyerupai.
Contoh
: Gaya hidupnya
kebarat-baratan.
2.
Imbuhan
me-kan
Berfungsi membentuk kata kerja.
Makna imbuhan me-kan :
a.Menyatakan kausatif, yaitu
menyebabkan terjadinya proses.
Misalnya: Ayah sedang meninggikan tiang jemuran.
b.Menjadikan sebagai atau menganggap
sebagai.
Misalnya: orang itu memperhambakan benda-benda antik.
c.Menyatakan intensitas
Misalnya: Mereka memperebutkan piala Gubernur DKI
Jakarta.
3.
Imbuhan
per-an
Berfungsi sebagai pembentuk kata benda.
Makna konfiks per-an :
9.Menyatakan hal
Misalnya : Izin pergedungan di Jakarta sangat ketat.
10.Menyatakan hasil
Misalnya: Kita harus menjunjung persatuan bangsa.
11.Menyatakan tempat atau daerah
Misalnya: Vila
itu sebagai tempat peristirahatan Presiden.
12.Menyatakan berbagai-bagai
Misalnya: Surat
lamaran pekerjaan disertai persyaratan yang diterima.
4.
Imbuhan
serapan: -I, -iah, -is, -isme, -if, -al, -asi
Imbuhan ini merupakan serapan dari bahasa asing. Imbuhan
serapan tersebut pada umunya berfungsi sebagai pembentuk kata benda dan kata sifat.
Makna yang umum untuk menandai kata sifat adalah mempunyai
sifat atau cirri; Misalnya: legal, universal, sportif, aktif, egois.
Sebaliknya –isme mengandung makna paham. Misalnya:
Nasionalisme, komunisme.
Sufiks –tas menyatakan makna hal. Misalnya: kriminalitas,
aktivitas,
Sedangkan -asi menyatakan proses, misalnya:
proklamasi, nasalisasi,
Dan sufiks –I, - iah, -wi menyatakan makna yang
bersangkutan dengan, misalnya: gerejani, surgawi, alamiah.
5.
Partikel
asing: anti-, pro-, eks, pra, swa, intra-, trans-, non-
Partikel asing maksudnya imbuhan asing yang melekat pada
kata dasar.
Contoh: SMU kami sering mendapat juara dalam perlombaan intrakurikuler.
1.2. Ragam Bahasa
Di dalam bahasa
Indonesia disamping dikenal kosa kata baku Indonesia dikenal pula kosa kata bahasa
Indonesia ragam baku, yang alih-alih disebut
sebagai kosa kata baku bahasa Indonesia baku.
Kosa kata baasa Indonesia ragam baku atau kosa kata bahasa Indonesia baku
adalah kosa kata baku bahasa Indonesia, yang memiliki ciri kaidah bahasa Indonesia
ragam baku, yang dijadikan tolok ukur yang ditetapkan berdasarkan kesepakatan
penutur bahasa Indonesia, bukan otoritas lembaga atau instansi di dalam
menggunakan bahasa Indonesia ragam baku. Jadi, kosa kata itu digunakan di dalam
ragam baku
bukan ragam santai atau ragam akrab. Walaupun demikian, tidak tertutup
kemungkinan digunakannya kosa kata ragam baku
di dalam pemakian ragam-ragam yang lain asal tidak mengganggu makna dan rasa
bahasa ragam yang bersangkutan.
Suatu
ragam bahasa, terutama ragam bahasa jurnalistik dan hukum, tidak tertutup
kemungkinan untuk menggunakan bentuk kosakata ragam bahasa baku
agar dapat menjadi anutan bagi masyarakat pengguna bahasa Indonesia.
Dalam pada itu perlu yang perlu diperhatikan iala bicara, dan topik pembicaraan
(Fishman ed., 1968; Spradley, 1980)………………………………………..
1.2.1.
Ragam bahasa Lisan
Ragam bahasa
lisan adalah bahan yang dihasilkan alat ucap (organ of speech) dengan fonem
sebagai unsur dasar. Dalam ragam lisan, kita berurusan dengan tata bahasa,
kosakata, dan lafal. Dalam ragam bahasa lisan ini, pembicara dapat memanfaatkan
tinggi rendah suara atau tekanan, air muka, gerak tangan atau isyarat untuk
mengungkapkan ide.
Ø Macam
ragam bahasa lisan
1. Ragam percakapan
2. Ragam pidato
3. Ragam kuliah
4. Ragam pentas
1. Ragam percakapan
2. Ragam pidato
3. Ragam kuliah
4. Ragam pentas
Ø Ciri-ciri ragam bahasa lisan
1. Langsung
Dalam berkomunikasi, seseorang diharapkan dapat bertemu langsung dengan orang yang diajak bicara.
Dalam berkomunikasi, seseorang diharapkan dapat bertemu langsung dengan orang yang diajak bicara.
2. Tidak
terikat ejaan bahasa Indonesia tetapi terikat situasi pembicaraan
Dalam berkomunikasi, seseorang diharapakan dapat mengetahui situasi dan kondisi dan menggunakan bahasa sehari-hari dengan orang yang diajak bicara.
Dalam berkomunikasi, seseorang diharapakan dapat mengetahui situasi dan kondisi dan menggunakan bahasa sehari-hari dengan orang yang diajak bicara.
3. Tidak
efektif
Dalam berkomunikasi, seseorang terkadang menggunakan bahasa sehari-hari sehingga banyak menggunakan kalimat yang bersifat basa-basi dengan orang yang diajak bicara.
Dalam berkomunikasi, seseorang terkadang menggunakan bahasa sehari-hari sehingga banyak menggunakan kalimat yang bersifat basa-basi dengan orang yang diajak bicara.
4. Kalimatnya
pendek-pendek
Dalam berkomunikasi, seseorang terkadang menggunakan bahasa yang menurut orang lain sudah mengetahui maksudnya.
Dalam berkomunikasi, seseorang terkadang menggunakan bahasa yang menurut orang lain sudah mengetahui maksudnya.
5. Kalimat
sering terputus dan tidak lengkap
Dalam berkomunikasi, seseorang terkadang menggunakan bahasa yang menurut orang lain sudah mengetahui maksudnya.
Dalam berkomunikasi, seseorang terkadang menggunakan bahasa yang menurut orang lain sudah mengetahui maksudnya.
6. Lagu
kalimat situasional
Dalam berkomunikasi, seseorang terkadang harus mengerti situasi yang ada pada dengan orang yang diajak bicara atau keadaan sekitarnya.
Dalam berkomunikasi, seseorang terkadang harus mengerti situasi yang ada pada dengan orang yang diajak bicara atau keadaan sekitarnya.
7. Unsur suprasegmental (aksen, nada,
tekanan) dan paralingua (
gerak-gerik tangan, mata, dan gerakan kepala ) memberi efek pada hasil
komunikasi
1.2.2.
Ragam bahasa tulis
Ragam bahasa
tulis adalah bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan dengan huruf
sebagai unsur dasarnya. Dalam ragam tulis, kita berurusan dengan tata cara
penulisan (ejaan) di samping aspek tata bahasa dan kosa kata. Dengan kata lain
dalam ragam bahasa tulis, kita dituntut adanya kelengkapan unsur tata bahasa
seperti bentuk kata ataupun susunan kalimat, ketepatan pilihan kata, kebenaran
penggunaan ejaan, dan penggunaan tanda baca dalam mengungkapkan ide.
Ø MACAM
RAGAM BAHASA TULIS
1. Undang-undang
2. Ragam catatan
3. Ragam sastra
4. Ragam surat- menyurat
1. Undang-undang
2. Ragam catatan
3. Ragam sastra
4. Ragam surat- menyurat
Ø CIRI-CIRI
RAGAM BAHASA TULIS
1. Santun
Memenuhi kaidah-kaidah yang ada dan pilihan kata atau istilah yang tepat dan cermat.
2. Efektif
Hemat dan singkat, tetapi kena dalam hal maksud yang diungkapkannya.
Hemat dan singkat, tetapi kena dalam hal maksud yang diungkapkannya.
3. Bahasa
disampaikan sebagai upaya komunikasi satu pihak.
Karena tak dapat bertemu langsun, maka kita diharapkan dapat mengkomunikasikan segala apa yang ada dengan harapkan orang yang menerima surat tidak salah persepsi atau salah paham.
Karena tak dapat bertemu langsun, maka kita diharapkan dapat mengkomunikasikan segala apa yang ada dengan harapkan orang yang menerima surat tidak salah persepsi atau salah paham.
4. Ejaan
digunakan sesuai dengan pedoman.
Dalam penyampaian bahasa tulis, memang ada pedoman yang harus digunakan atau dipatuhi agar tidak menimbulkkan kesalahan dalam pemakaian atau penulisan kata.
Dalam penyampaian bahasa tulis, memang ada pedoman yang harus digunakan atau dipatuhi agar tidak menimbulkkan kesalahan dalam pemakaian atau penulisan kata.
5. Penggunaan
kosa kata pada dasarnya sudah dibakukan.
Dalam hal ini, penggunaan kata atau pilihan kata harus tepat. Walaupun maksud kita sama, namun apabila kita salah dalam memilih kata maka akan menimbulkan kerancuan.
Dalam hal ini, penggunaan kata atau pilihan kata harus tepat. Walaupun maksud kita sama, namun apabila kita salah dalam memilih kata maka akan menimbulkan kerancuan.
Contoh Ragam bahasa
lisan Ragam bahasa tulis :
1. Putri bilang
kita harus pulang = Putri mengatakan bahwa kita harus pulang
2. Ayah lagi
baca koran = Ayah sedang membaca koran
3. Saya tinggal
di Bogor = Saya bertempat tinggal di
Bogor
1.2.3. Membedakan
Ragam Bahasa Tulis dan Bahasa Lisan dari Segi Penggunaan Kalimat
Membedakan
Ragam Bahasa Tulis dan Lisan dari segi penggunaan kalimat. Pada ragam Bahasa
Tulis dengan Ragam Bahasa Lisan mempunyai suatu perbedaan yang sangat
signifikan, karena pada ragam Bahasa Tulis sangat diperlukan unsur-unsur
kalimat sangat berpengaruh dan penting di tulis dalam wacana atau paragrap yang
mengacu pada bahasa tulis. Ragam Bahasa Tulis komunikasi tidak secara langsung.
Sehingga situasi, kondisi dan waktu tidak mengikat sebab orang yang membaca
ragam bahasa tulis tidak bertemu langsung dengan penulis.
Ragam Bahsa Lisan mempunyai
ciri-ciri yang khas yaitu sangat berpengaruh Supra Segmental (aksentuasi, nada,
dan tekanan) dan unsur Para Lingual (gerak gerik tangan, mata, dan kepala)
karena unsur ini memberi efek terhadap hasil komunikasi. Ragam Lisan komunikasi
secara langsung atau bersemuka sehingga sangat terikat oleh situasi, kondisi
dan waktu. Ragam Lisan kalimat yang kurang baik strukturnya tidak menghambat
komunikasi karena unsur suprasegmental para lingual dan komunikasi secara
langsung.
Contoh
ragam bahasa lisan yang tidak formal dan contoh ragam bahasa tulis.:
Contoh
1 : ragam bahasa lisan yang tidak formal.
Contoh
2 : ragam bahasa tulis.
Contoh
1.
A :
“Nama?”
B :
“Arjana”
A :
“umur?”
B : “16
tahun.”
A :
“tinggal di mana?”
B : “di
Gianyar.”
A :
“pernah kursus?”
B :
“pernah.”
A : “di
mana?”
B :
“GO.”
A :
“pernah kerja?”
B :
“pernah.”
|
Contoh 2
A :
“siapa nama saudara?”
B :
“nama saya Arjana.”
A :
“berapa umur saudara?”
B :
“umur saya 16 tahun.”
A :
“dimana saudara tinggal?”
B :
“saya tinggal di Gianyar.”
A :
“apakah saudara pernah kursus?”
B : “ya,
saya pernah kursus bahasa Inggris di GO.”
A :
“apakah saudara pernah bekerja?”
B : “ya,
saya pernah bekerja.”
|
1.3. Kalimat
1.3.1. Frase
Frase adalah satuan gramatik yang terdiri dari dua kata
atau lebih yang tidak melampaui batas fungsi. Misalnya: akan datang, kemarin
pagi, yang sedang menulis.
Dari batasan di atas dapatlah dikemukakan bahwa frase
mempunyai dua sifat, yaitu
a. Frase merupakan
satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih.
b. Frase merupakan
satuan yang tidak melebihi batas fungsi unsur klausa, maksudnya prase itu
selalu terdapat dalam satu fungsi unsur
klausa yaitu: S, P, O, atau K.
Macam-macam frase:
A. Frase endosentrik
Frase endosentrik adalah frase yang mempunyai distribusi
yang sama dengan unsurnya. Frase endosentrik dapat dibedakan menjadi tiga
golongan yaitu:
1.
Frase endosentrik yang koordinatif, yaitu: frase yang terdiri dari unsur-unsur
yang setara, ini dibuktikan oleh kemungkinan unsur-unsur itu dihubungkan dengan
kata penghubung.
Misalnya:
kakek-nenek
pembinaan dan pengembangan
laki
bini
belajar atau bekerja
2.
Frase endosentrik yang atributif, yaitu frase yang terdiri dari
unsur-unsur yang tidak setara. Karena itu, unsur-unsurnya tidak mungkin
dihubungkan.
Misalnya:
perjalanan panjang
hari libur
Perjalanan, hari merupakan unsur pusat, yaitu: unsur yang
secara distribusional sama dengan seluruh frase dan secara semantik merupakan
unsur terpenting, sedangkan unsur lainnya merupakan atributif.
3.
Frase endosentrik yang apositif: frase yang atributnya berupa aposisi/
keterangan tambahan.
Misalnya: Susi,
anak Pak Saleh, sangat pandai.
Dalam frase Susi, anak Pak Saleh secara sematik unsur
yang satu, dalam hal ini unsur anak Pak Saleh, sama dengan unsur lainnya, yaitu
Susi. Karena, unsur anak Pak Saleh dapat menggantikan unsur Susi. Perhatikan
jajaran berikut:
Susi, anak Pak Saleh, sangat pandai
Susi, …., sangat pandai.
…., anak Pak Saleh
sangat pandai.
Unsur Susi
merupakan unsur pusat, sedangkan unsur anak Pak Saleh merupakan aposisi (Ap).
B. Frase Eksosentrik
Frase eksosentrik
ialah frase yang tidak mempunyai distribusi yang sama dengan unsurnya.
Misalnya:
Siswa kelas 1A
sedang bergotong royong di dalam kelas.
Frase di dalam
kelas tidak mempunyai distribusi yang sama dengan unsurnya. Ketidaksamaan itu
dapat dilihat dari jajaran berikut:
Siswa kelas 1A sedang bergotong royong di ….
Siswa kelas 1A sedang bergotong royong …. kelas
C. Frase Nominal, frase
Verbal, frase Bilangan, frase Keterangan.
1. Frase Nominal:
frase yang memiliki distributif yang sama dengan kata nominal.
Misalnya: baju baru, rumah sakit
2.
Frase Verbal: frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan golongan
kata verbal.
Misalnya: akan berlayar
3.
Frase Bilangan: frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan kata bilangan.
Misalnya: dua butir telur, sepuluh keping
4.
Frase Keterangan: frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan kata
keterangan.
Misalnya: tadi pagi, besok sore
5.
Frase Depan: frase yang terdiri dari kata depan sebagai penanda, diikuti oleh
kata atau frase sebagai
aksinnya.
Misalnya: di halaman sekolah, dari desa
D. Frase Ambigu
Frase ambigu artinya kegandaan makna yang menimbulkan
keraguan atau mengaburkan maksud kalimat. Makna ganda seperti itu disebut
ambigu.
Misalnya: Perusahaan pakaian milik perancang busana
wanita terkenal, tempat mamaku bekerja, berbaik hati mau melunaskan semua
tunggakan sekolahku.
Frase perancang busana wanita dapat menimbulkan
pengertian ganda:
1.
Perancang busana yang berjenis kelamin wanita.
2.
Perancang yang menciptakan model busana untuk wanita.
1.3.2. Klausa
Klausa adalah satuan gramatika yang terdiri dari subjek
(S) dan predikat (P) baik disertai objek (O), dan keterangan (K), serta memilki
potensi untuk menjadi kalimat. Misalnya: banyak orang mengatakan.
Unsur inti klausa ialah subjek (S) dan predikat (P).
Penggolongan klausa:
1.
Berdasarkan unsur intinya
2.
Berdasarkan ada tidaknya kata negatif yang secara gramatik menegatifkan
predikat
3.
Berdasarkan kategori kata atau frase yang menduduki fungsi predikat
1.3.3. Kalimat
a. Pengertian
Kalimat adalah satuan bahasa yang terdiri dari dua kata
atau lebih yang mengandung pikiran yang lengkap dan punya pola intonasi akhir.
Contoh: Ayah membaca koran di teras belakang.
b. Pola-pola kalimat
Sebuah kalimat luas dapat dipulangkan pada pola-pola
dasar yang dianggap menjadi dasar pembentukan kalimat luas itu.
Pola kalimat I
= kata benda-kata kerja
Contoh: Adik menangis. Anjing dipukul.
Pola kalimat I disebut kalimat ”verbal”
Pola kalimat II
= kata benda-kata sifat
Contoh: Anak malas. Gunung tinggi.
Pola kalimat II disebut pola kalimat ”atributif”
Pola kalimat
III = kata benda-kata benda
Contoh: Bapak pengarang. Paman Guru
Pola pikir kalimat III disebut kalimat nominal atau
kalimat ekuasional. Kalimat ini mengandung kata kerja bantu, seperti: adalah,
menjadi, merupakan.
Pola kalimat
IV (pola tambahan) = kata benda-adverbial
Contoh: Ibu ke pasar. Ayah dari kantor.
Pola kalimat IV disebut kalimat adverbial
c. Jenis Kalimat
1. Kalimat
Tunggal
Kalimat tunggal adalah kalimat yang hanya terdiri atas
dua unsur inti pembentukan kalimat (subjek dan predikat) dan boleh diperluas
dengan salah satu atau lebih unsur-unsur tambahan (objek dan keterangan),
asalkan unsur-unsur tambahan itu tidak membentuk pola kalimat baru.
Kalimat
Tunggal
|
Susunan
Pola Kalimat
|
Ayah merokok.
Adik minum susu.
Ibu menyimpan uang di dalam laci.
|
S-P
S-P-O
S-P-O-K
|
2. Kalimat
Majemuk
Kalimat majemuk adalah kalimat-kalimat yang mengandung
dua pola kalimat atau lebih. Kalimat majemuk dapat terjadi dari:
a.
Sebuah kalimat tunggal yang bagian-bagiannya diperluas sedemikian rupa sehingga
perluasan itu membentuk satu atau lebih pola kalimat baru, di samping pola yang
sudah ada.
Misalnya:
Anak itu membaca puisi. (kalimat tunggal)
Anak yang menyapu
di perpustakaan itu sedang membaca puisi.
(subjek pada
kalimat pertama diperluas)
b.
Penggabungan dari dua atau lebih kalimat tunggal sehingga kalimat yang baru
mengandung dua atau lebih pola kalimat.
Misalnya:
Susi menulis surat (kalimat tunggal I)
Bapak membaca koran
(kalimat tunggal II)
Susi menulis surat dan Bapak membaca koran.
Berdasarkan sifat hubungannya, kalimat majemuk dapat
dibedakan atas kalimat majemuk setara, kalimat majemuk bertingkat, dan kalimat
majemuk campuran.
1)
Kalimat majemuk setara
Kalimat majemuk setara adalah kalimat majemuk yang
hubungan antara pola-pola kalimatnya sederajat. Kalimat majemuk setara terdiri
atas:
a.
Kalimat majemuk setara menggabungkan. Biasanya menggunakan kata-kata tugas:
dan, serta, lagipula, dan sebagainya.
Misalnya: Sisca anak yang baik lagi pula sangat pandai.
b.
Kalimat majemuk serta memilih. Biasanya memakai kata tugas: atau, baik, maupun.
Misalnya: Bapak minum teh atau Bapak makan nasi.
c.
Kalimat majemuk setara perlawanan. Biasanya memakai kata tugas: tetapi,
melainkan.
Misalnya: Dia sangat rajin, tetapi adiknya sangat pemalas.
2)
Kalimat majemuk bertingkat
Kalimat majemuk yang terdiri dari perluasan kalimat
tunggal, bagian kalimat yang diperluas sehingga membentuk kalimat baru yang
disebut anak kalimat. Sedangkan kalimat asal (bagian tetap) disebut induk
kalimat. Ditinjau dari unsur kalimat yang mengalami perluasan dikenal adanya:
a.
Kalimat majemuk bertingkat dengan anak kalimat penggati subjek.
Misalnya: Diakuinya hal
itu
P S
Diakuinya bahwa ia yang memukul anak itu.
anak kalimat pengganti subjek
b.
Kalimat majemuk bertingkat dengan anak kalimat pengganti predikat.
Misalnya: Katanya begitu
Katanya bahwa ia tidak sengaja menjatuhkan gelas itu.
anak kalimat pengganti predikat
c.
Kalimat majemuk bertingkat dengan anak kalimat pengganti objek.
Misalnya: Mereka sudah
mengetahui hal itu.
S
P
O
Mereka sudah mengetahui bahwa saya yang mengambilnya.
anak kalimat pengganti objek
d.
Kalimat majemuk bertingkat dengan anak kalimat pengganti keterangan.
Misalnya: Ayah pulang
malam hari
S P
K
Ayah pulang ketika kami makan malam
anak kalimat pengganti keterangan
3) Kalimat
majemuk campuran
Kalimat majemuk campuran adalah kalimat majemuk hasil
perluasan atau hasil gabungan beberapa kalimat tunggal yang sekurang-kurangnya
terdiri atas tiga pola kalimat.
Misalnya: Ketika ia duduk minum-minum, datang seorang
pemuda berpakaian bagus, dan menggunakan kendaraan roda empat.
Ketika ia duduk minum-minum
pola atasan
datang seorang pemuda berpakaian bagus
pola bawahan I
datang menggunakan kendaraan roda empat
pola bawahan II
3. Kalimat Inti, Luas, dan Transformasi
a. Kalimat inti
Kalimat inti adalah
kalimat mayor yang hanya terdiri atas dua kata dan sekaligus menjadi inti
kalimat.
Ciri-ciri kalimat
inti:
1)
Hanya terdiri atas dua kata
2)
Kedua kata itu sekaligus menjadi inti kalimat
3)
Tata urutannya adalah subjek mendahului predikat
4)
Intonasinya adalah intonasi ”berita yang netral”. Artinya: tidak boleh
menyebabkan perubahan atau pergeseran makna laksikalnya..
b. Kalimat luas
Kalimat luas adalah kalimat inti yang sudah diperluas
dengan kata-kata baru sehingga tidak hanya terdiri dari dua kata, tetapi lebih.
c. Kalimat
transformasi
Kalimat transformasi merupakan kalimat inti yang sudah
mengalami perubahan atas keempat syarat di atas yang berarti mencakup juga
kalimat luas. Namun, kalimat transformasi belum tentu kalimat luas.
Contoh kalimat Inti, Luas, dan Transformasi
a.
Kalimat Inti. Contoh: Adik menangis.
b.
Kalimat Luas. Contoh: Radha, Arief, Shinta, Mamas, dan Mila sedang belajar
dengan serius, sewaktu pelajaran matematika.
c.
Kalimat transformasi. Contoh:
i)
Dengan penambahan jumlah kata tanpa menambah jumlah inti, sekaligus juga adalah
kalimat luas: Adik menangis tersedu-sedu kemarin pagi.
ii)
Dengan penambahan jumlah inti sekaligus juga adalah kalimat luas: Adik menangis
dan merengek kepada ayah untuk dibelikan komputer.
iii)
Dengan perubahan kata urut kata. Contoh: Menangis adik.
iv)
Dengan perubahan intonasi. Contoh: Adik menangis?
4. Kalimat Mayor dan Minor
a.
Kalimat mayor
Kalimat mayor
adalah kalimat yang sekurang-kurangnya mengandung dua unsur inti.
Contoh:
Amir mengambil buku itu.
Arif ada di
laboratorium.
Kiki pergi ke Bandung.
Ibu segera pergi ke rumah sakit menengok paman, tetapi
ayah menunggu kami di rumah Rati karena kami masih berada di sekolah.
b.
Kalimat Minor
Kalimat minor
adalah kalimat yang hanya mengandung satu unsur inti atau unsur pusat.
Contoh: Diam!
Sudah siap?
Pergi!
Yang baru!
Kalimat-kalimat
di atas mengandung satu unsur inti atau unsur pusat.
Contoh: Amir
mengambil.
Arif ada.
Kiki pergi
Ibu berangkat-ayah
menunggu.
Karena
terdapat dua inti, kalimat tersebut disebut kalimat mayor.
5. Kalimat Efektif
Kalimat efektif
adalah kalimat berisikan gagasan pembicara atau penulis secara singka, jelas,
dan tepat.
Jelas
: berarti mudah dipahami oleh pendengar atau pembaca.
Singkat
: hemat dalam pemakaian atau pemilihan kata-kata.
Tepat
: sesuai dengan kaidah bahasa yang berlaku.
Kalimat Tidak Efektif
Kalimat tidak efektif adalah kalimat yang tidak memiliki
atau mempunyai sifat-sifat yang terdapat pada kalimat efektif.
Sebab-Sebab
Ketidakefektifan Kalimat
1. kontaminasi=
merancukan 2 struktur benar 1 struktur salah
contoh:
diperlebar, dilebarkan diperlebarkan (salah)
memperkuat, menguatkan memperkuatkan (salah)
sangat baik, baik sekali sangat baik sekali
(salah)
saling memukul, pukul-memukul saling
pukul-memukul (salah)
Di sekolah diadakan pentas seni. Sekolah mengadakan
pentas seni Sekolah mengadakan pentas seni (salah)
2. pleonasme=
berlebihan, tumpang tindih
contoh :
para hadirin (hadirin sudah jamak, tidak perlu para)
para bapak-bapak (bapak-bapak sudah jamak)
banyak siswa-siswa (banyak siswa)
saling pukul-memukul (pukul-memukul sudah bermakna
‘saling’)
agar supaya (agar bersinonim dengan supaya)
disebabkan karena (sebab bersinonim dengan karena)
3. tidak
memiliki subjek
contoh:
Buah mangga mengandung vitamin C.(SPO) (benar)
Di dalam buah mangga terkandung vitamin C. (KPS)
(benar) ??
Di dalam buah mangga mengandung vitamin C. (KPO)
(salah)
4. adanya
kata depan yang tidak perlu
Perkembangan daripada teknologi
informasi sangat pesat.
Kepada siswa kelas I berkumpul di aula.
Selain daripada bekerja, ia juga kuliah.
5. salah
nalar
waktu dan tempat dipersilahkan. (Siapa yang
dipersilahkan)
Mobil Pak Dapit mau dijual. (Apakah bisa menolak?)
Silakan maju ke depan. (maju selalu ke depan)
Adik mengajak temannya naik ke atas. (naik selalu ke
atas)
Pak, saya minta izin ke belakang. (toilet tidak selalu
berada di belakang)
Saya absen dulu anak-anak. (absen: tidak masuk,
seharusnya presensi)
Bola gagal masuk gawang. (Ia gagal meraih prestasi)
(kata gagal lebih untuk subjek bernyawa)
6. kesalahan
pembentukan kata
mengenyampingkan seharusnya mengesampingkan
menyetop seharusnya menstop
mensoal seharusnya menyoal
ilmiawan seharusnya ilmuwan
sejarawan seharusnya ahli sejarah
7. pengaruh
bahasa asing
Rumah di mana ia tinggal … (the house where he lives …)
(seharusnya tempat)
Sebab-sebab daripada perselisihan … (cause of the
quarrel) (kata daripada dihilangkan)
Saya telah katakan … (I have told) (Ingat: pasif
persona) (seharusnya telah saya katakan)
8. pengaruh
bahasa daerah
… sudah pada hadir. (Jawa: wis padha teka) (seharusnya sudah
hadir)
… oleh saya. (Sunda: ku abdi) (seharusnya diganti
dengan kalimat pasif persona)
Jangan-jangan … (Jawa: ojo-ojo) (seharusnya mungkin)
.
1.3.4. Konjungsi
Konjungsi adalah kata tugas yang menghubungkan dua klausa atau lebih. Konjungsi dapat dibagi menjadi lima macam menurut perilaku sintaksisnya. Kelima jenis konjungsi itu adalah:
Konjungsi adalah kata tugas yang menghubungkan dua klausa atau lebih. Konjungsi dapat dibagi menjadi lima macam menurut perilaku sintaksisnya. Kelima jenis konjungsi itu adalah:
- Konjungsi antarklausa yaitu konjungsi yang menghubungkan dua klausa atau lebih.
Jika
yang dihubungkan dua klausa atau lebih yang memiliki status sintaksis sama
disebut konjungsi koordinatif. Jika dua klausa itu memiliki status tidak sama
dinamakan konjungsi subordinatif.
Adapun macam-macam konjungsi antarklausa meliputi:
Konjungsi koordinatif
a. dan (menyatakan penambahan)
b. tetapi (menyatakan perlawanan)
c. atau (menyatakan pemilihan0
Adapun macam-macam konjungsi antarklausa meliputi:
Konjungsi koordinatif
a. dan (menyatakan penambahan)
b. tetapi (menyatakan perlawanan)
c. atau (menyatakan pemilihan0
- Konjungsi koordinatif; menghubungkan dua atau lebih unsur (termasuk kalimat) yang sama pentingnya atau setara. Kalimat yang dibentuk disebut kalimat majemuk setara. Contoh: dan, serta, atau, tetapi, melainkan, padahal, sedangkan.
- Konjungsi korelatif; menghubungkan dua atau lebih unsur (tidak termasuk
kalimat) yang memiliki status
sintaksis yang sama dan membentuk frasa atau kalimat. Kalimat yang dibentuk
agak rumit dan bervariasi, kadang setara, bertingkat, atau bisa juga kalimat
dengan dua subjek dan satu predikat. Contoh: baik ... maupun, tidak
hanya ..., tetapi juga, bukan hanya ..., melainkan juga, demikian
... sehingga, sedemikian rupa ... sehingga, apa(kah) ... atau,
entah ... entah, jangankan ..., ... pun.
- Konjungsi subordinatif; menghubungkan dua atau lebih klausa yang tidak memiliki status sintaksis yang sama. Konjungsi membentuk anak kalimat yang jika digabungkan dengan induk kalimat akan membentuk kalimat majemuk bertingkat.
- Konjungsi subordinatif waktu; sejak
- Konjungsi subordinatif syarat; jika
- Konjungsi subordinatif pengadaian; andaikan
- Konjungsi subordinatif tujuan; agar
- Konjungsi subordinatif konsesif; biarpun
- Konjungsi subordinatif pembandingan; ibarat
- Konjungsi subordinatif sebab; karena
- Konjungsi subordinatif hasil; sehingga
- Konjungsi subordinatif alat; dengan
- Konjungsi subordinatif cara; tanpa
- Konjungsi subordinatif komplementasi; bahwa
- Konjungsi subordinatif atributif; yang
- Konjungsi subordinatif perbandingan; sama ... dengan
- Konjungsi antarkalimat yaitu
konjungsi yang menghubungkan satu kalimat dengan kalimat yang lain. Oleh
karena itu, konjungsi itu selalu memulai kalimat yang baru dan huruf
pertamanya diawali huruf capital.
Yang termasuk konjungsi antarkalimat sebagai berikut; - Konjungsi yang menyatakan pertentangan dengan yang dinyatakan pada kalimat sebelumnya. Seperti : biarpun demikian/begitu, sekalipun demikian/begitu, walaupun demikian/begitu, dan meskipun demikian/begitu.
Contoh : Kami kurang
setuju dengan usulan dia. Biarpun begitu, kami tetap menghargainya.
- Konjungsi yang menyatakan lanjutan dari peristiwa atau keadaan pada kalimat sebelumnya, seperti : sesudah itu, setelah itu, dan selanjutnya.
Contoh : Kami akan
memulai perjalanan ini dengan berjalan kaki. Sesudah itu, kami akan
beristirahat di rumah penduduk.
- Konjungsi yang menyatakan adanya hal, peristiwa, atau keadaan lain diluar dari yang telah dinyatakan sebelumnya, seperti : tambahan pula, lagi pula, dan selain itu.
Contoh : Kami
menyambut pagi ini dengan sukacita. Tambahan pula, burung-burung juga ramai
berkicau.
- Konjungsi yang menyatakan kebalikan dari yang dinyatakan sebelumnya, seperti sebaliknya.
Contoh : Kita jangan
terus menebang pohon-pohon di hutan ini. Sebaliknya, kita harus menanam
bibit-bibit pohon baru.
- Konjungsi yang menyatakan keadaan keadaan yang sebenarnya, seperti : sesungguhnya dan bahwasanya.
Contoh : Kita dilanda
banjir besar tahun ini. Sesungguhnya, bencana ini telah kita ramalkan tahun
kemarin.
- Konjungsi yang menguatkan keadaan yang dinyatakan sebelumnya, seperti : malahan dan bahkan.
Contoh : Rumah-rumah
di Kalimantan kebanyakan didirikan di tepi sungai. Bahkan, ada kampung di
tengah laut yang dangkal.
- Konjungsi yang menyatakan pertentangan dengan keadaan sebelumnya, seperti : namun dan akan tetapi.
Contoh : keadaannya
memang sudah aman. Akan tetapi, kita tetap harus waspada.
- Konjungsi yang menyatakan konsekwensi, seperti : dengan demikian.
Contoh : Kamu telah
setuju dengan persyaratan ini. Dengan demikian,kamu harus menanggung semua
risikonya.
- Konjungsi yang menyatakan akibat, seperti : oleh karena itu dan oleh sebab itu.
Contoh : Kami sudah
melarang mereka berburu di hutan, tapi mereka tetap nekat. Oleh sebab itu, biar
mereka rasakan sendiri akibatnya.
- Konjungsi yang menyatakan kejadian yang mendahului hal yang dinyatakan sebelumnya, seperti : sebelum itu.
Contoh : Polisi hutan
menangkap dua peemburu liar. Sebelum itu, mereka menangkap lima orang pemburu liar.
k. .Konjungsi
yang menyatakan pertentangan dengan yang dinyatakan pada kalimat sebelumnya, seperti : biarpun
demimikian/beitu, sekalipun demikian/begitu, walaupun demikian/begitu, dan
meskipun demikian/begitu.
Contoh : kami kurang setuju dengan
usulan dia. Biarpun begitu, kami tetap menghargainya.
l. Konjungsi yang menyatakan lanjutan dari
peristiwa atau keadaan pada kalimat sebelumnya, seperti : sesudah itu,
setelah itu dan selanjutnya.
Contoh : kami akan memulai
perjalanan ini dengan berjalan kaki. Sesudah itu, kami akan beristirahat
di rumah penduduk.
m. Konjungsi yang menyatakan
adanya hal, peristiwa atau keadaan lain diluar
dari yang telah dinyatakan sebelumnya, seperti : tambahan pula,
lagi pula, dan selain itu.
Contoh : kami menyambut pagi ini
dengan suka cita. Tambahan pula, burung-burung juga ramai berkicau.
n. Konjungsi yang menyatakan kebalikan dari
yang dinyatakan sebelumnya. Seperti
: sebaliknya.
Contoh : kita jangan terus menebang
pohon-pohon di hutan ini. Sebaliknya, kita harus menanam bibit-bibit
baru.
o. .Konjungsi
yang menyatakan keadaan yang sebenarnya. Seperti : sesungguhnya dan bahwasanya.
Contoh : Kita di landa banjir besar
tahun ini. Sesungguhnya, bencana itu telah kita ramalkan tahun kemaren.
p. Konjungsi
yang menguatkan keadaan yang dinyatakan sebelumnya, seperti : malahan, dan bahkan.
Contoh : Rumah-rumh di Kalimantan
kebanyakan didirikan di tepi sungai. Bahkan, ada kampung ditengah laut
yang dangkal.
q. Konjungsi yang menyatakan pertentangan
dengan keadaan yang sebelumnya. Seperti: namun, akan tetapi.
Contoh : Keadaan memang sudah aman. Akan tetapi, kita
harus tetap waspada.
r. Konjungsi yang menyatakan konsekuensi,
seperti : dengan demikian.
Contoh : kamu telah setuju dengan
persyaratan ini. Dengan demikian, kamu harus menanggung semua resikonya.
s. Konjungsi yang menyatakan akibat,
seperti oleh karena itu dan oleh sebab itu.
Contoh : Kami sudah melarang mereka
berburu di hutan, tetapi mereka tetap nekat. Oleh karena itu, biar
mereka rasakan sendiri akibatnya.
t. Konjungsi yang menyatakan mendahului hal
yang dinyatakan sebelumnya, seperti sebelum itu.
Contoh : Polisi hutan menangkap dua
pemburu liar. Sebelum itu, mereka menangkap lima orang pemburu liar.
- Konjungsi antarparagraf
yaitu, konjungsi yang digunakan memulai suatu paragraph. Hubungan dengan
paragraph sebelumnya berdasarkan makna yang terkandung pada paragraph
sebelumnya itu.
Konjungsi antarparagraf terdiri dari ;
- adapun
- akan hal
- mengenai
- dalam pada itu
1.4. Sinonim, Antonim dan Polisemi
1.4.1. Pengertian
Sinonim dan Bentuk-Bentuknya
Sinonim adalah
kata-kata yang memiliki kesamaan arti secara struktural atau leksikal dalam
berbagai urutan kata-kata sehingga memiliki daya tukar (substitusi).- Sinonim mutlak: kata-kata yang dapat bertukar tempat dalam konteks kebahasaan apa pun tanpa mengubah makna struktural dan makna leksikal dalam rangkaian kata/frasa/klausa/kalimat. Contoh:
- kosmetik = alat kecantikan
- laris = laku, larap
- leksikografi = perkamusan
- kucing = meong
- Sinonim semirip: kata-kata yang dapat bertukar tempat dalam konteks kebahasaan tertentu tanpa mengubah makna struktural dan leksikal dalam rangkaian kata/frasa/klausa/kalimat tersebut saja. Contoh:
- melatis = menerobos
- lahiriah = jasmaniah
- Sinonim selingkung: kata-kata yang dapat saling mengganti dalam satu konteks kebahasaan tertentu saja secara struktural dan leksikal. Contoh: lemah = lemas
Contoh
: a. Ayahnya sudah meninggal bulan lalu
b.
Ayahnya sudah tewas alam perjalanan ke Bali.
c.
Ayahnya sudah meninggal dunia bulan lalu.
d.
Ayahnya sudah berpulang ke rahmatullah bulan yang lalu.
Tampak
dalam contoh tersebut, kata meninggal bersinonim dengan tewas, juga bersinonim
dengan frasa meninggal dunia dan frasa berpulang ke rahmatullah. Akan tetapi,
kata meninggal tidak memiliki makna yang mutlak sama dengan kata wafat atau tewas
karena berbeda nilai rasanya. Sinonim juga dapat terjadi antara morfem dengan
morfem, antar morfem dengan kata, kata dengan frasa, serta antar kalimat dengan
kalimat.
1.4.2. tian
Antonim dan Jenisnya
Antonim yaitu, dua buah kata atau lebih
yang memiliki makna yang berlainan. Verhaar menggantikan kata antonym dengan
kata oposisi sehingga mencakup pengertian betul-betul berlawanan sampai yang
hanya bersifat kebalikan.
Berdasarkan
sifatnya, oposisi dibedakan atas lima
macam berikut ini.
1.
Oposisi
mutlak. Ciri oposisi ini adalah penyangkalan terhadap kata yang satu dengan
kata yang lain.
2.
Oposisi
kutub atau gradual. Oposisi ini pertentangannya tidak bersifat mutlak,
melainkan gradasi, artinya terdapat tingkat-tingkat makna pada kata tersebut.
3.
Oposisi
hubungan atau relasional. Oposisi antara dua kata yang mengandung relasi
kebalikan, kata-kata yang beroposisi dengan hubungan ini bisa berupa kata
kerja.
4.
Oposisi
majemuk. Oposisi yang mencakup suatu perangkat yang terdiri dari dua kata atau
lebih. Oposisi ini berkaitan ddengan hiponim-hiponim dalam suatu kelas.
5.
Oposisi
hierarki.. oposisi yang sebenarnya mirip dengan oposisi majemuk, tetapi disini
terdapat suatu kriteria tambahan atau tingakatan.
Contoh antonim
- Antonim berpasangan: kata-kata yang secara makna jelas bertentangan karena didasarkan pada makna pasangannya sehingga tidak bisa dipertentangkan tanpa kehadiran makna pasangannya. Jika salah satu unsur dinegatifkan, tidak secara serta-merta memunculkan pasangannya. Contoh:
- (ber)-dosa >< suci (tidak (ber)-dosa ≠suci)
- istri >< suami (bukan istri ≠ suami)
- pembeli >< penjual (bukan pembeli ≠ penjual)
- Antonim melengkapi: kata-kata yang secara makna bertentangan, tetapi kehadiran makna salah satu kata bersifat melengkapi kehadiran makna yang lain. Contoh:
- pertanyaan >< jawaban
- mencari >< menemukan
- Antonim berjenjang: kata-kata yang secara makna mengandung pertentangan, tetapi pertentangan makna ini bersifat berjenjang/bertahap/bertingkat. Contoh:
- dingin >< hangat >< panas
- kaku >< lentur >< elastis
1.4.3. Polisemi
Polisemi
ialah kata yang
memiliki makna lebih dari satu. Makna tersebut tetap memperlihatkan
huunganndengan makna dasarnya. Misalnya kata kepala memiliki makna berikut ini :
Makna 1 : bagian tubuh dari
leher ke atas.
Makna 2 : bagian dari sesuatu yang terletak di sebelah atas dan
merupakan hal yang penting/terutama.
Makna 3 : bagian dari sesuatu yang berbentuk bulat.
Makna 4 : pemimpin atau ketua
Makna 5 : jiwa atau orang
Makna 6 : akal budi
Makna
2-6 masih berhubungan dengan makna dasar (makna 1) karena dijabarkan dari
komponen makna dasar tersebut. Kelima makna itu masih mempertahankan ciri
“atas” yang ada pada makna 1, seperti contoh di bawah ini :
1.
Kepala
Andri berdarah ketika jatuh dari sepeda.
2.
Upacara
di suku terasing itu dipimpin oleh kepala suku.
3.
Lihat
kepala jarum penttul yang berwarna merah itu !
4.
Acara
ini akan diresmikan oleh Ibu Kepala sekolah.
5.
Setiap
kepala menerima bantuan rp 10.000,00.
6.
Begitu
berat yang ditanggungnya sampai terasa kepalanya kosong.
BAB
III
PENUTUP
1. SIMPULAN
1.
Imbuhan
atau
bubuhan mempunyai bentuk, arti, fungsi, dan jenis atau kelas. Setiap imbuhan
mempunyai arti/pengertian yang berbeda-beda sesuai dengan tempat dimana
penggunaan imbuhan tersebut.
2.
Ragam bahasa merupakan
variasi bahasa yang disesuaikan dengan dimana pemakaiannya, siapa lawan
bicaranya, serta menurut situasi dan kondisi.
3.
Konjungsi
merupakan kata penghubung di dalam suatu kalimat, ada beberapa macam jenis
konjungsi yang akan dibahas lebih detail pada bab selanjutnya.
4.
Antonym
adalah dua buah kata atau lebih yang memiliki makna yang berlainan.
Sinonim
adalah dua buah kata atau lebih yang memiliki makna sama/hamper sama.
Polisemi
adalah kata yang memiliki makna lebih dari satu.
2. SARAN
Kita
ketahui tiada manusia yang sempurna diciptakan di dunia ini oleh Tuhan. Begitu
pila dengan penelitian ini masih banyak kekeurangan. Untuk itu harapan kami
kedepan adalah:
1.
Penelitian ini hanya mencangkup beberapa
aspek kebahasaan, untuk iyu perlu diadakan lagi penelitian yang lebih kompleks
2.
Mengingat pentingnya aspek kebahasaan
dalam kehidupan sehari- hari, mari kita belajar
bahasa Indonesia dengan benar.
3. Perlu
diadakan banyak sosialisasi kepada mereka yang tidak ikut dalam dunia
pendidikan sehingga seluruh kalangan masyarakat bisa berbahasa Indonesia yang
benar.
DAFTAR
PUSTAKA
P. Tukan, S.Pd,Mahir
Berbahasa Indonesia
1,SMA Kelas X,yudhistira
Silahkan coment yang sopan ....