23 Agu 2010

Fase Perkembangan Manusia Secara Kronologis

Mengenal Fase Perkembangan Psikologis
Rinny Soegiyoharto, Psikolog

Dalam pengalaman melakukan konseling selama belasan tahun, ada hal menarik yang saya dapati. Kenyataannya tidak cukup banyak orang mengenal diri sendiri dan orang lain sesuai dengan fase perkembangan psikologisnya.

Bukan sekadar sadar akan usia kronologis diri sendiri, namun juga memahami kematangan dan tugas-tugas yang berkenaan dengan fase perkembangan usia tersebut. Sama halnya dapat diterapkan dalam mengenal dan memahami orang lain. Begitu banyak orang lain di seputar kehidupan manusia; pasangan hidup, anak, orangtua, rekan, atasan, bawahan, dan sebagainya.

Berbicara tentang Psikologi Perkembangan, khususnya membahas fase perkembangan manusia, artinya kita menelusuri hasil penelitian longitudinal (panjang, lama dan tanpa henti) yang telah dilakukan banyak ahli. Perlu dicatat, penelitian-penelitian tersebut masih terus dilakukan hingga saat ini. Selama manusia dan lingkungan hidupnya berkembang, selama itu pula selalu ada perubahan yang menandai perkembangan tersebut.

Perlu diingat, fase perkembangan merupakan pengelompokan ciri-ciri, analisis dan kesimpulan berdasarkan hasil penelitian yang teruji secara signifikan. Artinya, keunikan pribadi yang sifatnya individual, seperti karakter, intelektual, kepribadian, harus digali dan dibahas secara individual pula. Tulisan ini tidak membahas hal-hal itu. Secara umum perkembangan manusia dibagi dalam enam fase, yakni: Prenatal, Bayi, Anak Usia Pra-sekolah, Anak Usia Sekolah, Remaja, dan Dewasa.

Prenatal
Perkembangan awal manusia dari proses konsepsi atau pembuahan hingga masa kelahiran. Umumnya ibu mengandung selama sembilan bulan sepuluh hari. Berbagai peristiwa dan kasus yang muncul pada masa ini ditengarai memiliki pengaruh cukup besar terhadap perkembangan janin. Sebagai contoh, seorang ibu yang mengalami depresi atau tekanan mental cukup berat saat mengandung berpengaruh terhadap kondisi emosi sang janin pada saat ia dilahirkan dan tumbuh kemudian. Penelitian-penelitian berkaitan dengan fase prenatal masih terus dilakukan untuk memperoleh gambaran lebih tepat seberapa besar pengaruhnya secara langsung.

Bayi
Terhitung sejak usia nol tahun saat bayi dilahirkan, sampai ia memasuki usia 2 tahun. Pada fase ini bayi ber-respons secara refleks. Seperti halnya ketika kita mengatupkan kelopak mata saat ada benda mendekat. Eksplorasi bayi untuk mengenal dunia dan lingkungan sekitarnya adalah dengan alat indera dan aktivitas motorik. Satu alasan di atas pembaringan bayi diletakkan benda atau mainan yang berputar, misalnya. Cara ini dapat menjadi indikator bagi orangtua untuk mengetahui dengan cepat apakah fungsi indera penglihatan bayi cukup baik.

Bayi berkomunikasi dengan senyum dan tangisannya, yang memiliki arti khusus bagi setiap orangtua. Kelekatan orangtua dengan bayi merupakan faktor penting pada fase bayi. Dilakukan dengan banyak sentuhan, pelukan, dekapan, usapan, elusan, tepukan ringan, yang akan menciptakan perasaan aman dan nyaman pada bayi, hingga ia “lulus” untuk memasuki fase selanjutnya.

Anak Pra-Sekolah
Saat anak berusia 2 hingga 5 tahun. Disebut juga sebagai usia emas, sebab perlakuan orangtua dan orang dewasa lain di sekitarnya sangat menentukan proses perkembangan anak untuk fase-fase berikut. Pada usia ini anak sudah lebih matang secara fisik, emosi dan kognitif. Perkembangan otonomi cukup pesat yang ditandai dengan munculnya kemauan sendiri, tidak lagi melulu mengikuti kemauan orangtua. Juga tertampil kecenderungan yang seringkali membuat orangtua gusar, yakni negativisme. Hampir segala sesuatu yang diminta atau dikatakan orangtua dijawabnya dengan kata “tidak” atau gelengan yang bersifat menolak.

Anak senang menjelajah, mencari tahu berbagai hal yang ditemuinya atau mulai dipikirkannya, bahkan dikhayalkan. Karena pada fase ini anak mulai suka berfantasi, ia kadangkala “menemukan teman khayalan”. Saat perkembangan otonomi ini pulalah seorang anak mulai belajar mengenai perilaku-perilaku yang disetujui. Artinya, proses pembelajaran tentang yang baik dan buruk dimulai pada usia ini. Perkembangan berbahasanya pesat sehingga berbagai perilaku dapat dipahami melalui komunikasi. Hal wajib bagi orangtua adalah siap mendengarkan, memberi jawab dan membuka kesempatan anak berperan serta dalam berbagai aktivitas keluarga.

Anak Usia Sekolah
Saat memasuki usia 5/6 tahun hingga 12 tahun merupakan masa perkembangan intelektual. Keterampilan motorik terutama motorik halus seperti menulis, jauh lebih baik dari fase sebelumnya. Cara berpikir anak berkembang namun lebih besar berorientasi pada hal-hal konkret, kini dan di sini. Contohnya, pada usia ini cita-cita anak belum dapat ditampilkan dengan pasti, orientasi akan masa depan belum jelas.

Berdasarkan teori perkembangan Psikososial dari Erickson, pada fase ini penting dicermati proses pembentukan rasa percaya diri. Di sekolah anak memiliki pergaulan yang luas dan mulai muncul rasa bersaing antar teman sebaya. Apabila ia memiliki pengalaman berhasil atas karya atau prestasinya di bidang tertentu, maka muncul rasa percaya diri. Namun perasaan gagal akan membuat anak minder alias “nggak PeDe”. Maka orangtua perlu mendukung anak agar ia sering “merasa berhasil”.

Remaja
Secara umum masa remaja dilalui dalam kurun usia 11/12 tahun hingga 20/21 tahun. Fase ini dimulai saat seseorang memasuki pubertas. Gejala yang umumnya tertangkap yakni saat anak perempuan mengalami menstruasi dan anak lak-laki mimpi basah. Remaja adalah fase yang sulit dengan status interim atau peralihan. Fase anak-anak sudah lewat, namun fase dewasa belum tiba. Seringkali fase ini disebut juga fase pergolakan, fluktuasi terjadi sesering perubahan emosi remaja.

Selain perubahan-perubahan fisik, remaja juga mengalami perubahan pada banyak aspek lain. Apabila tadinya ia sepenuhnya bergantung pada orangtua, maka kini ia mulai mandiri. Namun kemandirian yang dimiliki belum penuh, misalnya secara finansial kebanyakan remaja masih tergantung pada orangtua. Kondisi ini membuatnya tak nyaman dan konflik.

Proses pencarian identitas diri berlangsung pada fase remaja. Konformitas terhadap teman sebaya cukup tinggi, sehingga ia cenderung mengikuti kata teman demi diterima oleh kelompok. Penerimaan lingkungan pergaulan sangat penting bagi remaja. Oleh sebab itu orangtua adalah teman dan konselor baginya, bukan lagi perawat atau pengasuh seperti pada fase anak. Komunikasi yang kurang baik antara orangtua dengan remaja dapat berakibat buruk, misalnya ia lebih senang bersama teman-teman di luar rumah dan dapat saja terjerumus pergaulan yang keliru.

Dewasa
Fase dewasa terdiri atas dewasa muda, yakni 21-40 tahun, dewasa madya, 40-64 tahun, dan lanjut usia, di atas 64 tahun. Setiap pembagian fase memiliki ciri-ciri khusus yang unik. Dewasa muda biasanya orang membuka pergaulan, mencari teman intim dan meniti karier. Kegagalan dalam berteman intim akan membuat orang dewasa muda ini mengisolasi diri selama beberapa waktu. Perasaan kosong dan tak bermakna juga muncul pada usia ini.

Memasuki dewasa madya orang mulai berminat membina generasi yang lebih muda. Kepedulian terhadap orang lain dan kelangsungan hidupnya adalah hal yang bermakna. Tanpa generasi muda hidup para dewasa madya dirasa tidak lengkap. Pada usia lanjut manusia hidup dari apa yang telah dibangunnya. Ia memahami sejarah hidupnya melibatkan generasi sebelumnya. Tak jarang muncul penyesalan tentang hal-hal yang tidak dilakukan pada usia muda. Ketidak-siapan menghadapi akhir kehidupan membuatnya takut akan kematian.

Memahami fase perkembangan manusia secara psikologis perlu dilengkapi dengan konsep berpikir bahwa setiap fase harus dilewati dengan baik dan tuntas. Stagnansi atau tidak selesainya tugas-tugas pada suatu fase cenderung mengembalikan orang pada fase tersebut meskipun ia sudah dewasa, bahkan lanjut usia. Tulisan ini hanya memaparkan sebagian kecil dari psikologi perkembangan manusia yang kompleks.

Silahkan coment yang sopan ....